Komunitas Ajukan Dua Tradisi Bekasi Sebagai WBTB
Editor: Koko Triark
Bahkan, W. Scot, seorang pedagang Inggris yang pada awal abad ke-17 berada di Banten, dikutip oleh W. Fruin Mees dalam bukunya berjudul “Geschiedenis van Java jilid II”, menuliskan bahwa pada 1605, iring-iringan Pangeran Jayakarta Wijayakrama merayakan khitanan Pangeran Abdul Mafakhir yang tiga tahun sebelumnya dalam usia 7 tahun, telah dinobatkan sebagai Sultan Banten menggantikan ayahandanya, Sultan Muhammad, yang telah wafat di Palembang.
Iringan itu antara lain membawa boneka berbentuk raksasa. Pada zaman dahulu, lazim dianggap perwujudan Danyang Desa, penolak mata petaka. Sayangnya, Schidmore tidak menyebut secara jelas jenis tarian di jalanan itu.
Tentunya, jelas Ki Maja, sebagai anak keturunan masyarakat Kampung Legok harus apresiasi kepada Mang Sani Boing atau Mang Samin serta Ende Madjid, sebagai orang yang berjasa dalam mengenalkan serta melestarikan Barong sebagai sebuah tradisi masyarakat. Mulainya sekitar zaman revolusi 1940an dan berakhir hingga tahun 1980an.
“Ngarak Barong sudah tidak dilakukan lagi sejak kedua tokoh tersebut berusia renta, dan akhirnya meninggal. Tugas kita tentu saja kembali merekacipta melalui kajian ilmiah, observasi, wawancara, mengumpulkan data dan fakta dari masyarakat,”paparnya, sambil mengaku semua selesai dilakukan dan akhirnya Ngarak Barong dapat diajukan sebagai WBTB tingkat Provinsi Jawa Barat maupun Tingkat Nasional.
Sementara Olot Suta Tjamin sebagai Tokoh Adat Masyarakat Kranggan, yang juga anggota Tim PPKD Kota Bekasi mengusulkan Babaritan Tradisi Masyarakat Kampung Kranggan. Babaritan merupakan sebuah ritual yang masih lestari secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Kampung Kranggan. Kampung Kranggan juga memiliki banyak kokolot dan tokoh yang masih tetap melestarikan adat dan tradisi.