Pangon
CERPEN YUDITEHA
DI bawah Pohon Beringin yang terletak di perbatasan antara tanah rumpang dan gersang, dengan sebuah hutan di wilayah Blitar, seorang guru—lelaki tua berjenggot putih—sedang berbincang bersama murid kesayangannya.
“Dengan ketulusanmu, kelak kamu mampu membuat tanah gersang ini jadi lahan subur. Karena hal itu akan memancing orang berdatangan, dan akhirnya bermukim hingga menjadi sebuah desa,” ucap guru.
“Saya, Guru?” sahut murid.
“Benar. Namun, jika ada keserakahan hingga memakan korban, desa ini akan kembali menjadi tempat terkutuk,” sambung guru.
***
SEORANG lelaki muda dari Mataram sedang melakukan pengembaraan. Lelaki itu ingin menjalankan laku prihatin dengan cara menjelajah hutan-hutan belantara yang ada di Jawa.
Dia bersahabat dengan siapa saja, tapi kegemarannya merambah hutan yang sepi, menjadikan dia jarang bersinggungan dengan orang lain. Hanya sesekali dia bertemu dengan orang desa yang sedang mencari ranting-ranting kering.
Keramahan lelaki itu rupanya bukan hanya kepada manusia saja, bahkan kepada segala hal yang ditemui selama perjalanan.
Dia selalu bersikap baik, termasuk kepada tumbuhan dan binatang. Karena sikapnya itulah dia bisa hidup damai dengan tumbuhan dan binatang.
Tumbuhan dan binatang tidak merasa terganggu dengan kehadiran lelaki itu. Selain dia menjalankan laku prihatin, sesungguhnya dia juga ingin mencari seorang guru yang bisa mengajari, perihal perilaku hidup manusia maupun tentang kanuragan atau kesaktian, tetapi selama itu dia belum menemukannya.
Suatu hari, lelaki itu merasa perjalanannya telah sampai di ujung dari hutan yang saat itu dilaluinya, karena pada saat itu dia mendapati sebuah tanah lapang, tapi dia merasa ada yang tidak biasa dengan keadaan tanahnya.