Pedagang Salak di Yogya Terdampak PPKM Jawa-Bali

Editor: Koko Triarko

YOGYAKARTA – Penerapan PPKM sejak beberapa waktu terakhir, memberikan dampak luar biasa bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata di Yogyakarta.  Menurunnya jumlah wisatawan sebagai imbas kebijakan PPKM, tak bisa ditampik membuat pendapatan ribuan warga yang bergantung dari keberadaan pelancong atau wisatawan, menurun drastis. 

Seperti dirasakan para pedagang oleh-oleh salak khas Sleman yang melegenda, Salak Pondoh. Sejak beberapa waktu terakhir, sejumlah warung-warung yang berada di pinggir jalan utama Wates-Yogyakarta, tampak sepi. Bahkan, sebagian memilih tutup karena tak mendapat pembeli.

Salah seorang penjual Salak Pondoh di desa Argosari, Sedayu, Bantul, yang berjualan di Jalan Wates, Mayem (75), mengakui hal tersebut. Tak seperti sejumlah pedagang lainnya, ia mengaku tetap memilih buka, lantaran tak punya pekerjaan lain selain berjualan Salak Pondoh.

“Karena sepi, banyak yang memilih tidak berjualan. Tapi, saya tetap buka karena cuma dapat hasil dari ini. Kalau tutup, ya tidak punya pendapatan apa-apa,” katanya,  Selasa (2/2/2021).

Mbah Mayem menyebut, sejak pandemi Covid-19 April 2020 lalu, ia sudah merasakan penurunan omzet usahanya akibat minimnya pembeli. Meski sempat meningkat saat masa new normal, namun penurunan jumlah pembeli kembali terasa sejak beberapa bulan belakangan. Terlebih sejak diberlakukannya PPKM awal tahun ini.

“Kalau dulu sebelum Corona satu hari bisa habis 4 keranjang besar salak. Satu keranjang isi 50 kilogram. Tapi, sejak Corona paling hanya habis 1 keranjang saja. Kalau sekarang (selama PPKM), 1 keranjang saja sehari kadang tidak habis,” ungkapnya.

Lihat juga...