Penentang Kudeta di Myanmar Akan Terus Berjuang
JAKARTA – Massa penentang kudeta militer Myanmar berjanji akan terus menggelar aksi unjuk rasa damai, Selasa, meskipun otoritas setempat melarang adanya acara kumpul-kumpul dalam jumlah besar, serta memberlakukan jam malam dan menutup jalan-jalan utama.
Ribuan warga Myanmar, termasuk tenaga kesehatan, pegawai negeri, dan buruh pabrik, turun ke jalan beberapa hari setelah militer mengkudeta pemerintah yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari 2021.
Kudeta militer dan penangkapan penasihat negara, Aung San Suu Kyi, mendorong massa menggelar unjuk rasa serta melakukan aksi pembangkangan sipil yang berdampak pada layanan di rumah sakit, sekolah, serta kantor-kantor pemerintah di Myanmar, negara dengan populasi 53 juta jiwa.
Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, yang saat ini naik sebagai penguasa tertinggi, berjanji akan segera menggelar pemilihan umum. Namun, janji itu dicibir oleh banyak warga.
Hlaing berulang kali menuduh ada kecurangan pada pemilihan umum 8 November 2020, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Namun, ia tidak dapat menunjukkan bukti atas tuduhan tersebut.
“Kami akan terus berjuang,” kata aktivis muda Maung Saungkha sebagaimana dikutip dari pernyataan tertulisnya.
Saungkha mendesak otoritas junta militer membebaskan seluruh tahanan politik dan mengakhiri “pemerintahan diktator”. Ia juga meminta hak veto tentara di parlemen dan pemerintah segera dicabut.
Sementara itu, kelompok aktivis lebih tua yang turun ke jalan saat unjuk rasa berdarah pada 1988, mengajak pegawai negeri sipil mogok kerja sampai tiga minggu ke depan.