Pentingnya Literasi dan Mitigasi Iklim di Kalangan Milenial

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Pada tren konsentrasi gas rumah kaca (GRK) udara background Indonesia, terlihat peningkatan secara terus menerus tiap tahun dan tidak pernah ditemukan angka yang terjadi sebelumnya di tahun berikutnya,” paparnya.

Karbondioksida mengalami peningkatan dari 370 ppm menjadi di atas 405 ppm. Metana meningkat dari 1780 ppb menjadi 1900 ppb. Nitrat oksida dari 318 menjadi 333 ppb. Dan Sulfur hexafluoride dari 5 menjadi 10,4 ppt.

“Tren hujan ekstrem dalam kurun waktu 1981 hingga 2020 pun mengalami peningkatan jumlah kejadian. Yaitu dari 20 per tahun menjadi 49 kejadian pada tahun 2020,” ujarnya.

Dan dari beberapa simulasi percobaan, diprakirakan akan terus menembus angka-angka baru dan tidak kembali ke angka sebelumnya.

“Suhu juga terus mengalami tren peningkatan secara rata-rata. Salah satu bukti yang bisa terlihat adalah pada semakin tipis lapisan es tropis di Papua, sebesar kurang lebih 5,26 meter dalam periode 2010-2016, dengan rerata 1,05 meter per tahun,” paparnya.

Berkaitan dengan meningkatnya suhu dan curah hujan, maka bencana juga meningkat.

“Dari data yang disampaikan BNPB terlihat bencana pada periode 1980-2019, juga menunjukkan peningkatan dengan mayoritas adalah hidrometeorologis,” ucapnya.

Tabel bencana periode 1980 hingga 2019 yang menunjukkan mayoritas adalah bencana hidrometeorologi, disampaikan Herizal dalam acara online Generasi Muda dalam Literasi dan Mitigasi Iklim oleh BMKG, Rabu (24/2/2021) – Foto: Ranny Supusepa

Secara angka, banjir mengambil porsi terbesar yaitu 35 persen, diikuti hujan angin 22 persen, suhu ekstrem 11 persen, kebakaran 8 persen serta kekeringan dan longsor yang masing-masing adalah 4 persen.

Lihat juga...