Petambak di Lamsel Kombinasikan Sistem Budi Daya Vaname
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Budi daya udang putih atau vaname dan udang windu atau giant tiger masih dikembangkan petambak di Lampung Selatan. Sistem budi daya tradisional, semi tradisional dan intensif tetap dipertahankan.
Sarifudin, petambak udang windu atau Panaeus monodon di Desa Bandar Agung, Sragi, menerapkan budi daya tradisional. Satu petak lahan tambak dengan hamparan dua hektare ditebar udang windu sebanyak 15.000 benur. Sistem tambak tradisional tanpa memakai kincir air dan pemberian pakan alami.
Sistem tradisional budi daya udang windu dikombinasikan dengan ikan bandeng. Fungsi ikan bandeng sebagai pengatur sirkulasi air dan oksigen. Cara itu membuat petambak tidak memakai kincir listrik.

Satu petak lahan tambak udang windu sistem tradisional, bisa dipanen usia 5-6 bulan. Kebersihan tambak, pasokan jazad renik, lumut memadai menjadi pakan alami udang windu. Sesekali ia memakai pakan buatan untuk meningkatkan produksi. Kendala terbatasnya modal menjadi alasan petambak menerapkan sistem tradisional, namun tetap produktif.
“Lahan tambak yang luas membuat petambak lebih mudah memanfaatkan sistem budi daya tradisional untuk efesiensi biaya, tanpa mengeluarkan listrik dan sirkulasi air memakai ikan bandeng menghasilkan dua komoditas dalam satu lahan,” terang Sarifudin, saat ditemui Cendana News, Senin (8/2/2021).
Sarifudin bilang, pada lahan satu hektare dengan kondisi cuaca, pasokan air lancar berpotensi menghasilkan panen hingga satu ton. Ia menerapkan sistem panen udang vaname secara total saat usia 6 bulan. Pemanenan sekaligus proses pembersihan lahan atau penyiponan memakai mesin pompa. Panen saat kemarau dilakukan, mempermudah pengurasan ketika kanal surut.