Budi Daya Kerang Hijau Berkelanjutan, Andalkan Perairan Minim Pencemaran
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Namun dengan kreativitas warga secara otodidak mulai dibuat tonggak kayu, bambu dan modifikasi memakai tali dan ban. Media budi daya alami itu efektif menyediakan proses pertumbuhan secara alami.
Budi daya kerang hijau sebutnya mengandalkan salinitas atau kadar garam. Salinitas yang tepat dengan perairan berlumpur, air jernih dan minim pencemaran membuat pertumbuhan kerang hijau berlangsung sepanjang tahun.
Secara teknis kerang hijau yang masuk kelas Bipalvia dan spesies Perna viridis itu bisa dipanen usia 6 hingga 8 bulan. Bibit diperoleh dengan cara alami meletakkan pada ban bekas yang telah dirangkai memakai tali, tonggak.
“Kami tidak butuh teknik khusus, kerang anakan dan indukan akan berkembang biak alami, menempel pada ban, kayu, tali dan bambu,” cetusnya.
Hasran Hadi bilang budi daya bukan tanpa kendala, pasalnya pada fase perairan pasang, angin kencang, gelombang berpotensi merusak.
Hal lain oleh faktor pencemaran berupa tumpahan solar, minyak dari kapal yang melintas di Selat Sunda. Namun kondisi tersebut hanya kasuistik, dominan kondisi perairan bersih dari material pencemaran. Keberadaan pulau yang masih memiliki tanaman mangrove jadi daya dukung perikanan budi daya.
Memiliki sekitar 700 hingga 800 tonggak, tali dan ban sebagai media budi daya, kerang hijau dipanen bertahap. Ban yang menjadi media hidup kerang hijau diangkat saat cangkang kerang hijau besar.
Per kilogram kerang hijau bisa dijual seharga Rp10.000 pada level pembudidaya tanpa dikupas. Setelah dikupas kerang hijau bisa dijual seharga Rp20.000 jadi nilai tambah ekonomi warga pesisir.
“Setelah dipanen sebagian kerang hijau yang masih menempel di ban dengan ukuran kecil bisa dikembalikan ke tonggak untuk panen berikutnya,” terang Hasran Hadi.