‘Ceng Beng’ Tradisi Hormati Leluhur Pemersatu Relasi Keluarga

Editor: Makmun Hidayat

LAMPUNG — Bagi etnis Tionghoa yang telah menetap puluhan tahun di Lampung, tradisi ceng beng tetap dipertahankan. Tradisi ini sebut Hartono Lim, salah satu warga Teluk Betung, Bandar Lampung erat kaitannya dengan ziarah kubur atau sembahyang di makam. Namun makna tradisi itu lebih luas sebagai pemersatu keluarga, hormati leluhur.

Tradisi ceng beng sebutnya dilakukan sebelum puncaknya pada 5 April. Namun sebagian warta etnis Tionghoa di Lampung sebagian memanfaatkan waktu tanggal 21 Maret hingga 5 April mendatang. Sebelum pandemi Covid-19 dengan waktu yang cukup panjang sebagian anggota keluarga dari luar wilayah pulang. Mengunjungi makam leluhur, keluarga yang masih hidup jadi ajang silaturahmi.

Hartono Lim menyebut ceng beng mengandung makna lebih luas. Selain sebagai tradisi ziarah makam yang hanya dilakukan setahun sekali namun mempersatukan keluarga. Ceng beng sebutnya tidak sebatas warga yang memeluk Budha, Konghucu melainkan warga keturunan Tionghoa. Saat berada di perantauan ketika Imlek tidak bisa pulang, ceng beng jadi waktu tepat berkumpul dengan keluarga.

“Etnis keturunan Tionghoa di Teluk Betung, Tanjung Karang sebagian berasal dari Palembang, Bangka sehingga saat tradisi ceng beng bisa kembali pulang berkumpul dengan kerabat untuk membersihkan makam keluarga, berdoa di tempat ibadah seperti vihara dan mendoakan leluhur di gereja,” sebut Hartono Lim saat ditemui Cendana News, Minggu (21/3/2021).

Hartoni Lim mengaku bagi warga keturunan seperti dirinya keluarga telah menganut keyakinan berbeda. Keyakinan itu di antaranya Kristen, Katolik dan Budha. Namun perbedaan keyakinan tersebut tidak membuat persatuan sebagai anggota keluarga berubah. Hal itu sama dengan tradisi Imlek yang dirayakan oleh warga keturunan Tionghoa sebagai pergantian tahun.

Lihat juga...