Kebijakan Energi Indonesia Disebut Masih Berbau Fosil

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Target Indonesia dalam bidang energi bersih untuk mendukung penurunan emisi dinyatakan tidak tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang digulirkan. Masih banyak kebijakan energi yang dibayangi oleh upaya mempertahankan batubara, yang mempunyai emisi tinggi.

Direktur Program Indonesia Centre of Environment Law (ICEL) Grita Anindarini menyatakan bahwa jika pemenuhan target emisi dapat tercapai maka itu sama saja dengan memenuhi hak atas lingkungan yang baik dan sehat.

“Hal ini adalah tanggung jawab negara. Tapi kenyataannya selama 50 tahun terakhir, aktivitas yang ada, terutama pembakaran bahan bakar fosil telah melepaskan karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya yang semakin lama semakin mempengaruhi iklim global menjadi lebih buruk. Dan arah kebijakan energi kedepan pun tak terlihat berpihak pada lingkungan,” kata Ninda, demikian ia akrab dipanggil, dalam diskusi online lingkungan yang diselenggarakan CISDI, Rabu (24/3/2021).

Memburuknya iklim global ini, lanjutnya, akan menyebabkan kenaikan suhu drastis yang akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.

“Salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia itu adalah sektor energi, setelah AFOLU (Agriculture, Forestry and Land Use-Red.). Yang jika kita lakukan business as usual maka emisi sektor energi ini akan meningkat empat kali lipat pada tahun 2030,” tuturnya.

Ninda menyatakan saat ini, Indonesia sangat bergantung pada energi fosil. Data bauran energi hingga Mei 2020 menunjukkan bahwa batubara masih mengambil porsi terbesar yaitu 63,9 persen. Diikuti oleh bahan bakar berbasis gas 18,1 persen, energi baru terbarukan 15 persen dan energi berbasis gas 18,1 persen.

Lihat juga...