Kemenkop UKM Lindungi UMKM dari Praktik e-commerce Ilegal
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Ini terjadi karena tidak mengurus izin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan,” tukasnya
Sehingga menurutnya, konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan dan keselamatan konsumen.
“Negara juga akan dirugikan, karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut,” ungkap Hanung.
Wujud perlindungan bagi UMKM itu, Kemenkop UKM berkolaborasi dan bekerja sama lintas kementerian/lembaga. Langkah ini dilakukan menurutnya, karena pengelolaannya berada di luar kementerian.
Komitmen keberpihakan yang kuat dan perlindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.
“Peraturan Pemerintah ini sangat krusial sebagai upaya untuk melindungi pelaku UMKM dari praktik predatory pricing. Prioritas utama kami memastikan perlindungan terhadap produk UMKM,” ujarnya.
Perlindungan terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019.
Peraturan ini menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari US$ 75 menjadi US$ 3.
“Saat ini, barang impor di atas US$ 3 dikenakan tarif pajak sebesar 17,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%,” ujarnya.