Mayjen Soeharto Siapkan Serangan Sekali Pukul Rebut Irian Barat
Untuk mempercepat dan menjamin efektifitas infiltrasi, Mayor Jenderal Soeharto mengirimkan pasukan PARA yang antara lain RPKAD dan PGT. Hal ini mengundang kritik banyak pihak, namun dengan menggunakan pasukan inilah, mitos bahwa hutan lebat Irian Barat tidak bisa dipergunakan penerjunan bagi pasukan PARA, menjadi terpatahkan. Keberhasilan infiltrasi pasukan PARA, selain dengan mengirimkan pasukan terlatih juga dilakukan dengan terbang rendah sehingga tidak terpantau radar Belanda. Penggunaan pasukan khusus RPKAD dan PGT juga dimaksudkan sebagai strategi untuk secara efektif mengikat musuh atau pasukan Belanda supaya kekuatannya terpecah-pecah, dan memaksa menggunakan pasukan cadangan Belanda menghadapi infiltran, sehingga induk pasukan menjadi lemah.
Pada tanggal 20 Juli 1962, hari H operasi Jayawijaya, sebuah serangan besar ke sasaran utama Biak dan Holandia (Jayapura) telah ditetapkan. Pada tanggal 23 Juli 1962, kapal selam pembawa pasukan RPKAD sudah berada di antara Holandia dan Biak. Tanggal 2 Agustus 1962 konvoi Angkatan Tugas Amphibi 17 atau ATA-17 telah berada di Titik Kumpul I atau TK-I Teluk Peleng dan pada tanggal 7 Agustus 1962 menuju Titik Kumpul II atau TK-II utara Morotai. Pada tanggal 8 Agustus 1962 ATA-17 telah bergerak menuju Biak untuk memulai serangan besar pada hari-H. Iring-iringan tersebut dipantau oleh kapal selam dan pesawat pengintai U2 AS yang akhirnya meyakini Indonesia dalam kondisi siap tempur. Pada saat pasukan Indonesia berada dalam kondisi siap tempur inilah, tanggal 15 Agustus 1962, 2 hari sebelum tenggat 17 Agustus 1962 telah dicapai kesepakatan New York yang pada intinya Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat melalui Penguasa Sementara PBB.