Pelaku Sejarah: Supersemar Dibuat Tanpa Tekanan

Editor: Koko Triarko

Prof. Aminudin Kasdi, penulis dan peneliti sejarah, memaparkan soal sejarah PKI sebagai aksi makar, yang seharusnya ditumpas, Jumat (12/3/2021). –Foto: M Amin

JAKARTA – Pelaku sejarah, sekaligus Deklarator Tritura 10 Januari 1966, Dr. Fahmi Idris, menjawab anggapan keliru yang selama ini mengatakan, bahwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang diberikan Bung Karno kepada Soeharto dikeluarkan dalam tekanan tertentu.

“Yang berani menekan Bung Karno saat itu siapa? Karena beliau ketika itu kurun Maret 1966 masih merupakan pusat kekuatan politik di Indonesia,” jelas Fahmi Idris, dalam webinar membahas soal Supersemar, diikuti Cendana News, Jumat (12/3/2021).

Dia menegaskan, hingga Maret 1966, Bung Karno masih menjadi pusat kekuatan politik selain dirinya sendiri dan kekuatan lainnya. Sehingga, tegas Fahmi, pada kurun Maret 1966 ketika Bung Karno membuat Supersemar, pertanyaannya siapa yang berani menekan?

Pelaku sejarah, sekaligus Deklarator Tritura 10 Januari 1966, Dr. Fahmi Idris, mengklarifikasi anggapan keliru terkait Supersemar dibuat dalam tekanan, Jumat (12/3/2021). –Foto: M Amin

“Jadi, saya katakan anggapan itu menurut saya keliru. Saya sampaikan, bahwa dalam pembuatan Supersemar itu tidak sama sekali dalam tekanan, mengingat posisi Bung Karno saat itu luar biasa. Beliau merupakan kekuatan politik sendiri di samping kekuatan politik lainnya,” tandas Fahmi ldris.

Ia pun menjawab terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia, dengan menyampaikan, bahwa pelanggaran HAM berat terjadi jika dilakukan satu pihak saja kepada pihak lainnya.

“Tapi, apa yang terjadi pada kurun 1966 akibat terjadi konflik. Seperti di berbagai desa wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, banyak terjadi pembantaian oleh eks PKI, meski seperti daerah Jakarta dan lainnya tidak terasa,” ujarnya.

Lihat juga...