Tentang Isra Mikraj

OLEH: HASANUDDIN

SALAH SATU keistimewaan bulan Rajab, adalah karena di dalamnya terdapat sebuah peristiwa agung yang telah dialami oleh manusia teragung Nabiullah Muhammad saw, yang dikenal dengan peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa ini dikisahkan dalam berbagi hadits sahih serta diabadikan dalam firman Allah swt.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Isra: 1).

Berbagai penafsiran telah disampaikan oleh para mufassir atas ayat ini, pun juga telah memunculkan sejumlah perspektif dalam mencoba memecahkan misteri dari peristiwa yang supra natural ini. Ada yang membahasnya dari sudut pandang irfan, ada yang mencoba mengupasnya dari perspektif sains, juga ada yang mencoba mengambil hikmah dari sisi akhlak.

Namun yang pasti bahwa apa yang dialami oleh Nabiullah Muhammad saw ini, mestilah akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan bagi mereka yang beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Alquran, kepada takdir dan kepada keniscayaan akan adanya hari kemudian.

Terlepas dari berbagai perspektif yang berbeda-beda dalam menyelami peristiwa Isra Mi’raj, namun terdapat sejumlah persamaan dari sekian banyak perspektif tersebut. Kesamaan itu misalnya, bahwa kata abdihi (hamba-Nya) yang terdapat dalam ayat pertama dari surah al-Isra di atas, bersifat khusus ditujukan bagi Nabi Muhammad saw dan tidak ditujukan kepada para nabi lainnya, jika yang dimaksud adalah peristiwa yang dialami oleh Muhammad bin Abdullah.

Lihat juga...