Enam Komponen Sekolah Penggerak Wujudkan Mutu Pendidikan Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Ketiga yakni gotong royong. Menurutnya, pelajar Pancasila harus tahu cara berkolaborasi dan bekerjasama sesama siswa. Karena tidak akan ada pekerjaan dan aktivitas yang tidak membutuhkan gotong royong.
Adapun keempat kata dia, adalah kreativitas dimana pelajar Pancasila mempunyai kemampuan bukan hanya memecahkan masalah, tetapi untuk menciptakan inovasi yang proaktif dan berbeda.
Kelima yakni bernalar kritis merupakan assessment kompetensi yang akan diuji oleh Kemendikbud dalam kebijakan mereka belajar.
“Bernalar kritis seperti kemampuan menganalisa dan memecahkan masalah. Kemampuan untuk berpikir secara kritis dan menimbang berbagai solusi untuk suatu permasalahan,” jelas Salim.
Terakhir adalah kemandirian. Yakni kata dia, penilaian kemandirian bisa diukur dengan indikator dan motivasi. Apakah peserta didik terdorong dengan motivasi yang ada dalam dirinya. Atau sebaliknya malah terus harus didorong oleh pihak lain.
“Kemandirian itu bertumpu dari growth mindset, yakni suatu filsafat bahwa saya bisa lebih baik kalau terus berusaha sehingga ingin terus mencari informasi lebih banyak. Jadi growth mindset adalah kunci untuk kemandirian peserta didik,” ujarnya.
Menurutnya, program sekolah penggerak bukanlah pengubah input tapi melakukan transformasi. Sehingga fokusnya bukan pada sarana fisik tapi lebih pada perubahan proses interaksi semua unsur yang terkait dalam sekolah.
Sehingga diharapkan mampu mengoptimalkan semua masukan dan proses bagi ketercapaian out put pendidikan.
Yakni kata Salim, prestasi sekolah, utamanya siswa yang ditandai memiliki kemampuan kompetensi yang disyaratkan dalam belajar.