Penjualan Madu Hitam Baduy Bantu Kelompok Rentan Terdampak Pandemi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Sebenarnya saya bukan menjual. Karena penjualan madu hitam Baduy ini sudah ada dari dulu. Bisa dibilang, saya membantu memviralkan saja selama dua tahun terakhir ini,” ucapnya.
Untuk ukuran 450 ml dan 325 ml, lanjutnya, merupakan ukuran asli yang diproduksi oleh para petani Baduy.
“Sementara untuk yang dikirimkan menggunakan jeriken, saya jadikan ukuran 175 ml dan dengan melewati proses higienitas yang sesuai dengan standar Departemen Kesehatan,” urainya.
Ia menyampaikan bahwa sebagian perizinan sudah dimilikinya, seperti hasil tes laboratorium yang menyatakan bahwa madu tersebut sesuai dengan standar SNI.
“Tapi memang masih ada yang dalam proses. Yakni, beberapa izin yang seharusnya masyarakat Baduylah yang mengurus. Tapi, sejak zaman dulu, masyarakat Baduy itu kalau menjual barang ya hanya door to door saja. Sudah ada bimbingan dari dinas terkait. Tapi hingga saat ini belum keluar,” ungkap Erwin.
Sejak awal, penjualan madu hitam ini menunjukkan prospek yang signifikan. Dan saat pandemi, penjualan semakin meningkat.
“Pertama, saya diminta menjual 150 botol dalam sebulan. Tapi ternyata, dalam tempo dua minggu saya berhasil menjual 400 botol. Hasil penjualan ini, membawa saya untuk dipertemukan dengan Puun atau Kepala Adat Cibeo di Baduy Dalam. Saya izin berjualan dan bekerja sama dengan masyarakat Baduy,” tuturnya.
Saat ini, jaringan pemasaran Madu Hitam miliknya, sudah hampir mencapai ke seluruh Indonesia melalui 66 agen. Antara lain, Kalimantan, Bone, Aceh, Lombok, Palembang, Jawa Tengah dan yang terbaru adalah Bali.
“Mayoritas di Bandung, sekitar 60-70 persen. 10 persen untuk pengiriman ke luar negeri, Jepang, Taiwan, Korea dan Timur Tengah. Dan sisanya untuk distribusi seluruh Indonesia. Total produksi selama satu bulan saat ini mencapai 1.200 hingga 1.600 botol all varian per bulan,” kata Erwin.