Petani di Lampung Bakar Jerami karena Efektif dan Efisien
Editor: Koko Triarko
Petani lain bernama Sunarto, menyebut proses pembersihan lahan dengan sistem bakar lebih efesien. Saat proses perontokan padi memakai mesin Dos jerami yang dihasilkan lebih cepat kering. Hanya dalam jangka waktu dua hari setelah panen, jerami kering bisa langsung dibakar. Sebaliknya, saat jerami dipanen manual proses pembakaran butuh waktu lama.
“Alasan petani melakukan pemusnahan jerami dengan sistem bakar karena lebih cepat kering usai perontokan dengan alat dos,” cetusnya.
Nurdin menyebut, sistem bakar pada limbah panen sekaligus menghemat biaya operasional. Sebab, pada lahan yang luas pembersihan lahan sebelumnya kerap dilakukan dengan sistem upahan. Dalam sehari, ia bisa mengeluarkan uang Rp100.000 untuk upah perun atau pembersihan lahan. Sebagai gantinya, ia memilih membakar jerami agar mempercepat pembersihan lahan dan menghemat pengeluaran.
Sujanto, petani di Pekon Bulukarto, juga menyebut pembersihan jerami dengan pembakaran lebih efesien. Pembakaran jerami juga bisa menjadi cara untuk memutus mata rantai hama. Sebab, proses pembakaran dilakukan dengan sistem dihamparkan. Percepatan pembersihan lahan dilakukan petani sebelum bulan Ramadan.
“Petani akan mengurangi aktivitas di sawah saat Ramadan, sehingga pembersihan lahan dipercepat,” terang Sujanto.
Sujanto bilang, usai panen padi varietas Ciherang, ia memilih menyimpan gabah kering panen (GKP). Hasil panen sebanyak 5 ton per hektare dijual sebanyak 3 ton. Harga GKP pada level petani masih berkisar Rp3.500 hingga Rp3.800 per kilogram. Sebagian hasil panen disimpan dalam bentuk gabah kering giling (GKG) setelah dikeringkan. GKG yang disimpan menjadi stok untuk Ramadan dan Idulfitri.