Siti Hajar, Ibu Nabiullah Ismail Alaihissalam
OLEH: HASANUDDIN
Dari Mesir, Ibrahim dan rombongan yang di dalamnya termasuk Siti Hajar kembali ke Hebron, di Palestina. Ini periode kedua Ibrahim di Palestina dalam catatan kehidupan Ibrahim.
Waktu terus berjalan dan usia Ibrahim dan Sarah semakin menua, hingga Sarah telah menopause. Ibrahim kala meninggalkan Mesir telah berusia 82 atau 83 tahun, Sarah berusia 72 atau 73 tahun, karena Ibrahim dan Sarah bertaut usia 10 tahun. Dalam keadaan demikian, Sarah yang sangat mencintainya Ibrahim suaminya, sangat memahami bahwa Ibrahim sangatlah merindukan seorang putra, namun ia belum mampu memberikan.
Janji Allah untuk memberi mereka keturunan belum juga tiba. Nampaknya kesabaran Sarah menunggu janji Allah itu telah sangat menipis, hingga akhirnya menyarankan suaminya, Ibrahim menikahi budak/pelayan pribadinya, Siti Hajar.
Tapi Sarah tidak memerdekakan Siti Hajar sebagai budaknya, sekalipun telah menjadi istri kedua Ibrahim. Dengan demikian Sarah dan putranya Ismail masih dalam status budaknya Sarah dalam tradisi masyarakat ketika itu.
Status Siti Hajar yang demikian membuatnya menjadi tetap tidak merdeka dalam keluarga itu. Konflik terjadi ketika Ismail masih menyusui dan sedang lucu-lucunya. Ibrahim sangat mencurahkan perhatian kepada Ismail, dan mengalami kegembiraan jika bersamanya.
Sarah setiap kali melihat Ibrahim bergembira dengan putranya bukannya turut gembira, namun sebaliknya malah bertambah kekesalannya. Hingga mencapai puncaknya ketika Sarah mengusir Siti Hajar dan putranya Ismail keluar dari rumah mereka.
Seperti biasanya, Ibrahim yang “hanief” ini mengadukan kepada Allah setiap masalah yang yang dihadapinya. Dan Allah menyarankannya agar memenuhi tuntuan Sarah itu. Karena itu, malam itu juga Ibrahim mengumpulkan bekal perjalanan, dan keledai yang akan dipergunakan dalam perjalanan mereka.