Pengamat: Kebijakan Transportasi Publik di Semarang Masih Setengah Hati
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
SEMARANG – Upaya Pemerintah Kota Semarang (Pemkot) Semarang mewajibkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di wilayah tersebut menggunakan transportasi publik pada setiap hari Selasa, direntang waktu 8 Juni hingga 6 Juli 2021, mendapat respons beragam.
“Kebijakan transportasi umum di Kota Semarang masih setengah hati. Bahkan saya nilai mengalami kemunduran dibanding era 1980-an saat masih ada sejumlah bus umum oleh Perum Damri, yang saat itu beroperasi hingga pukul 22.00 WIB,” papar pengamat transportasi, sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, saat dihubungi di Semarang, Minggu (30/5/2021).
Hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini, dengan pengoperasian BRT Trans Semarang sebagai transportasi publik di Kota Semarang, jam operasionalnya berakhir lebih awal. Armada terakhir dari shelter transit point Jalan Pemuda Semarang, hanya pukul 18.30 WIB.
“Artinya transportasi umum di Semarang, jadwalnya tidak pernah melayani di malam hari. Padahal masih ada warga yang beraktivitas di malam hari. Termasuk destinasi wisata Semarang khususnya di Kota Lama dan sekitarnya, juga ramainya di malam hari,” lanjutnya.
Djoko menilai pemahaman transportasi umum atau publik, masih sekedar cari popularitas semata. Bukan untuk benar-benar memberikan kemudahan akses transportasi murah ke warga.
“Termasuk juga saat ini adanya angkutan feeder, atau penghubung dari wilayah yang tidak terlewati BRT Trans Semarang menuju shelter terdekat. Ini juga patut dicek kembali, sebab lebih banyak penumpangnya hanya satu orang, yakni pengemudinya. Kalau cuma wira wiri hanya menghabiskan anggaran. Lebih baik dihilangkan saja angkutan feeder itu, kalau hanya bagi-bagi uang ke operator dan pendukungnya,” tegasnya.