Sistem Polikultur Tanaman di Perbukitan Beri Nilai Ekologi dan Ekonomi
Editor: Makmun Hidayat
LAMPUNG — Pemanfaatan lahan perbukitan untuk penanaman pohon sistem polikultur diterapkan warga Lampung Timur. Sistem ini dikenal dengan pola tumpang sari memanfaatkan lahan miring.
Suparjo, salah satu warga Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung menyebut kearifan lokal petani mendukung upaya rehabilitasi lahan. Petani pemilik kebun tersebut mengungkapkan pemilihan tanaman tepat jadi kunci pertanian berkelanjutan.
Sejumlah tanaman hutan yang sebagian berganti dengan tanaman produktif dipilih dengan manfaat ekologis. Jenis tanaman yang dibudidayakan berupa multy purpose tree species (MPTS) pada satu hamparan. Berfungsi sebagai penghasil kayu, buah tanaman jadi penyangga lahan dari bahaya longsor.
Suparjo memilih pohon bernilai ekonomis pemenuh kebutuhan harian. Beberapa jenis pohon diantaranya kelapa, kemiri, pala, pisang, durian, jengkol, petai, alpukat. Berbagai jenis tanaman tersebut telah berusia puluhan tahun sebagian merupakan warisan sang ayah. Beberapa pohon tak produktif telah diremajakan untuk meningkatkan hasil.
“Keberadaan pohon pada area perbukitan efektif menjaga sumber air oleh masyarakat yang memanfaatkan belik, mata air untuk selanjutnya dialirkan memakai selang sekaligus menjaga lahan miring dari longsor,” terang Suparjo saat ditemui Cendana News, Rabu (19/5/2021).
Suparjo menambahkan sistem polikultur tetap bisa menghasilkan nilai ekonomis. Beberapa jenis pohon yang berguna untuk bahan bangunan sebutnya bisa dimanfaatkan dengan sistem tebang pilih. Pohon bayur, medang dan sengon yang semula menjadi penaung kebun bisa diremajakan dengan tanaman lain. Ia bahkan mulai memilih tanaman penghasil buah tanpa harus menebang pohon.