Tradisi Membunyikan Meriam Tanda Buka Puasa di Lebak Masih Lestari
LEBAK – Penyulut meriam di Masjid Agung Al A’raf Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merasa senang dan ikhlas menerima honor Rp100 ribu untuk membunyikan dentuman suara sebagai pertanda tibanya umat Islam berbuka puasa pada Ramadan 1422 Hijriah.
“Mungkin di Banten hanya ada di Rangkasbitung setiap Ramadan masih lestari tradisi dentuman suara meriam,” kata Opik, seorang petugas penyulut meriam di Masjid Agung Al A’raf Rangkasbitung, Lebak, Kamis.
Dentuman suara meriam itu bisa terdengar sejauh 10 kilometer untuk menyampaikan informasi bahwa tibanya umat Islam di tiga kecamatan antara lain Rangkasbitung, Cibadak dan Kalanganyar untuk berbuka puasa.
Penyampaian dentuman suara meriam itu, karena sejak dulu zaman Belanda tidak ada media elektronika untuk menyebar informasi telah tibanya berbuka puasa.
Karena itu, kata dia, satu-satunya dentuman meriam yang bisa dijadikan sebagai pertanda tibanya waktu umat Islam untuk berbuka puasa Ramadan.
“Tradisi dentuman suara meriam di Rangkasbitung berlangsung sejak tahun 1928 hingga kini masih dipertahankan,” katanya.
Ia mengaku awalnya merasa ketakutan saat menyulut api dimasukkan ke lubang meriam sehingga mengeluar dentuman suara keras.
Namun, kata dia, saat ini sebagai penyulut meriam selama 26 tahun merasa tetap senang, meski berisiko ada kecelakaan.
“Bahkan petugas penyulut bernama Sai pada 1956 bagian tangannya terputus ketika hendak menyulutkan meriam locok,” kata Opik.
Namun, kata dia, meriam locok sudah diganti dengan pipa dan panjang dua meter, yang juga menggunakan bahan peledak dari karbit dan air.
Petugas penyulut meriam juga tidak dilengkapi alat peredam suara dan berpotensi mengalami gangguan pendengaran, karena bisa merusak bagian gendang telinga akibat hentakan ledakan keras.