Capai Kemandirian Pangan dengan Hidroponik di Tengah Pandemi
Editor: Makmun Hidayat
Menurutnya, tidak susah-susah mencangkul di bawah terik matahari karena hidroponik membawa pengalaman baru untuk bertani.
Berbagai jenis sayuran ditanam Yuni dengan sistem hidroponik, seperti kangkung kangkung, sawi, samhong, salada air, pokcay, caisim, pagoda, cabai, dan lainnya .
Lembaran daun kangkung segar nampak cantik berada di atas pipa memanjang dengan aliran air di bawahnya yang ditampung dengan sebuah kotak.
“Setelah sebulan masa tanam, kangkung ini dipanen. Untuk sawi, salada air dan samhong masih dalam proses tanam. Tapi saya sudah sering panen ragam sayuran itu,” urai nenek 5 cucu ini.
Menurutnya, bukan hanya soal gaya hidup, berkebun dengan cara urban farming memberikan banyak manfaat untuk pelakunya sendiri, dan juga untuk orang lain.
Misalnya, kata Yuni, mendapatkan ketersediaan sayuran di rumah sendiri, menghemat bujet untuk belanja sayuran, menghijaukan lingkungan, hingga mengurangi dampak pemanasan global.
Bahkan secara nilai ekonomis, kegiatan urban farming bisa menunjang kondisi ekonomi masyarakat melalui penjualan dari hasil panen tanaman yang ditanam.
“Alhamdulillah panen sayuran bisa untuk dimasak sendiri, di bagikan saudara dan tetangga. Tapi sebagian sayuran saya jual satu ikat kangkung, pokcay, sawi, salada air itu seharga Rp5.000,” ujarnya.
Bahkan Yuni mengaku sudah mempunyai langganan pedagang gado-gado yang kerap membeli sayurannya. Warga Cijantung juga banyak yang membeli sayuran hasil panennya.
Sekali panen, seperti kangkung itu bisa mencapai 25 kilo dengan masa waktu tanam 1 bulan. Begitu juga dengan sayuran lainnya. Hasil penjualan digunakan untuk membeli bibit sayuran dan perawatan.