Harga Pisang Anjlok, Ini Solusi Petani Lamsel tak Rugi

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

LAMPUNG – Anjloknya harga komoditas pisang berbagai varietas terjadi merata di sejumlah kabupaten di Lampung. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada sejumlah wilayah, permintaan berkurang dan melimpahnya hasil panen jadi faktor harga pisang anjlok.

Sanusi, petani pisang di Desa Ketapang, Kecamatan Ketapang menyebut menjual pisang dengan sistem timbang.

Anjloknya harga pisang dari semula Rp3.000 sebutnya menjadi hanya Rp1.000 per kilogram. Penurunan harga komoditas pisang bahkan paling terasa pada jenis pisang muli yang semula Rp2.000 anjlok jadi Rp500 per kilogram.

Hanya jenis pisang raja nangka, kepok dan janten memiliki harga stabil di kisaran Rp4.000 per kilogram. Ia bahkan memilih tidak menjual pisang ke pengepul.

Alternatif yang dipilih Sanusi dengan menjual hasil panen pisang ke produsen keripik. Permintaan stabil dari produsen keripik sebutnya lebih menguntungkan.

Sebab ia tidak harus menjual jenis pisang super dan CR. Jenis ramesan atau asalan tetap bisa diterima untuk bahan pembuatan keripik dan sale. Penjualan pada pasar lokal menjadi pilihan agar ia tidak menelan kerugian.

“Kalau dijual ke pengepul selisih pengurangan harga cukup terlihat karena mereka memperhitungkan ongkos distribusi, upah buruh bongkar muat saat akan dikirim ke wilayah Banten dan Cilegon. Solusi menjual langsung ke produsen meski selisih sekitar Rp1.000 sudah cukup menguntungkan dalam kondisi saat ini,” terang Sanusi saat ditemui Cendana News, Senin (21/6/2021).

Sanusi menyebut mengurangi kerugian dari budidaya pisang, ia menerapkan sistem tumpang sari. Tumpang sari atau penanaman beragam tanaman pada satu lahan dilakukan dengan jagung manis, cabai dan rumput kolonjono pakan ternak.

Lihat juga...