Keesaan Allah dan Kesatuan Penciptaan Semesta Alam
OLEH: HASANUDDIN
PERKEMBANGAN mutakhir para ilmuwan astrophysics mengukuhkan temuan mereka bahwa nebula prima sebagai materi paling awal dalam proses pembentukan benda-benda angkasa. Materi nebula prima ini awan debu, yang sangat halus, yang oleh Rasulullah saw ketika beliau ditanya, “Di manakah Allah di saat belum ada benda-benda angkasa yang tercipta?” Beliau menjawab “Fi ama” (di awan).
Pada beberapa ayat Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa “Dia-lah yang menggerakkan awan”. Maka setiap penyebutan langit dan bumi, kata langit selalu di depan daripada kata bumi, misalnya “inna fi khalq as-samawati wal ardh, wahtilafi al lail wa annahari laayatin li ulil baaab”. (QS. Ali Imran ayat 190).
Awalnya sebutir awan debu ini, tentu tidak dapat diamati karena kecilnya. Lalu berevolusi, membelah diri seperti yang dapat diamati pada partikel-partikel terkecil, seperti atom-atom itu. Ketika Allah berfirman bukanlah dulu langit dan bumi itu satu, lalu kami pisahkan di antara keduanya? Sebab itu, tidak ada aktivitas semesta alam, yang padanya terlepas dari kekuasaan dan tindakan-Nya.
Semesta alam ini adalah satu kesatuan wujud dari hakikat keberadaan penciptaan, yang mana kita semua termasuk bagian didalamnya. Maka dimensi “langit” pada alam microcosmic adalah dimensi batin, dimensi yang tidak terinderai dalam diri manusia.
Dari dimensi batin inilah “dikeluarkan” melalui al-kalimah “kun” lalu menjadi bentuk yang lain. Kata “bentuk” menunjukkan penciptaan dimensi ruang yang meniscayakan adanya ukuran tertentu, dan daripadanya tercipta sang waktu. Sehingga Dia-lah yang menciptakan ruang dan waktu dan karena itu Dia tidak terikat oleh ruang dan waktu, yang terangkum dalam kalimat “pergantian siang dan malam” pada ayat di atas. Sebab itu, padanyalah bergantung segala sesuatu.