Pedagang Tempe Alami Dilema Imbas Harga Kedelai Naik

Editor: Makmun Hidayat

LAMPUNG — Sejumlah pemilik usaha makanan berbasis tempe dengan bahan baku kedelai alami dilema.

Mistiadi, pedagang tempe, tahu di Pasar Bambu Kuning, Tanjungkarang, Bandar Lampung menyebut memproduksi tempe secara tradisional. Ia menjual tempe dengan harga Rp5.000 hingga Rp7.000 perkemasan. Meski demikian ukuran tempe lebih kecil dibandingkan dengan dua pekan sebelumnya.

Ukuran tempe yang lebih kecil disebut Mistiadi jadi solusi irit kedelai. Ia mengaku alami dilema saat menjual tempe. Saat akan menaikkan harga ia menyebut sebagian ibu rumah tangga urung membeli tempe. Permintaan tempe sebutnya dominan berasal dari pemilik usaha warung makan, pedagang gorengan. Ia dan sejumlah pedagang menyayangkan harga kedelai yang belum turun.

Pada level distributor, jenis kedelai impor asal Amerika dan Thailand sebutnya masih belum turun. Mistiadi menyebut semula kedelai impor dibeli dengan harga Rp6.100 atau Rp610.000 perkuintal. Namun harga berangsur naik ke kisaran Rp7.000 hingga naik menjadi Rp11.000 perkilogram atau Rp1,1juta perkuintal. Melejitnya bahan baku menjadi dilema bagi produsen tempe, tahu.

“Kami masih memiliki stok kedelai saat harga masih berkisar Rp7.000 namun stok tidak akan bertahan lama hingga pertengahan bulan Juni, kini harga sudah melonjak jadi Rp11.000, jika berhenti produksi kami tidak memiliki penghasilan karena produksi tahu, tempe jadi sumber mata pencaharian utama,” terang Mistiadi saat ditemui Cendana News, Selasa (8/6/2021).

Mistiadi mengaku memiliki puluhan pelanggan tetap yang mengambil rata rata 20 bungkus tempe perhari. Setiap pedagang sebutnya memilih membeli tempe dan tahu untuk dijual dalam bentuk olahan. Selain sebagai lauk, tempe dan tahu dijual sebagai camilan dalam bentuk gorengan. Siasati agar pelanggan tidak beralih, ia tetap memberi harga tetap pada tahu, tempe yang dijual.

Lihat juga...