Petani Hidropronik di Jember Cari Pasar Baru Agar Bisa Bertahan

Editor: Koko Triarko

Adrias mengatakan, awal mula terjadinya pandemi Covid-19, dirinya mengaku merasakan betul omzet penjualan tanaman hidroponiknya. Setiap hari, dirinya bisa untung sampai jutaan rupiah.

“Pertama saya merasa yakin tidak yakin pada saat harga jual sayuran yang dikembangkan dengan sistem hidroponik laku keras. Setelah banyak pasar yang menerima produksi saya, serta untung yang besar, saya coba kembangkan budi daya tanaman hidroponik ke lahan yang lebih luas,” ungkapnya.

Pengembangan usaha yang dilakukan, beberapa kali Andrias masih dapat merasakan untung. Karena proses budi daya tanaman hidroponik hanya membutuhkan waktu tujuh minggu untuk masa panen dari pertama kali proses pembibitan.

“Sistem tanaman hidroponik sangat efektif, bersih dan ramah lingkungan. Apalagi di masa pandemi Covid-19, banyak orang mencari jenis sayuran atau bahan makanan untuk dikonsumsi yang bersih dan higienis, serta kandungan nutrisinya yang baik. Sehingga permintaan banyak dan menguntungkan terhadap petani, salah satunya saya sendiri,” ucapnya.

Sementara itu untuk mengatasi menurunnya omzet, Andrias mencari pasar lain agar usaha yang dilakukan terus berkembang.

“Kalau sebelumnya kita distribusi ke pasar tradisional. Namun karena sudah banyak pelaku usaha yang mendistribusikan ke pasar juga, maka saya cari solusi dan cari pasar baru. Setelah beberapa kali melakukan penawaran ke pedagang, alhasil banyak tempat penjualan yang bisa saya lakukan. Seperti di restoran tempat makan, dan kafe,” jelasnya.

Ia mengatakan, kelebihan mendistribusikan ke tempat makan dan kafe, yakni harga jualnya cukup tinggi. Satu kilogram sayuran bisa laku Rp.24.000, sedangkan untuk pengiriman sayur hidroponik di pasar tradisional harganya mengalami penurunan yang cukup besar.

Lihat juga...