Petani Lamsel Awetkan Singkong dengan Cara Tradisional
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Kearifan lokal masyarakat petani pedesaan di Lampung Selatan jadi cara menjaga ketahanan pangan.
Teknik pengawetan singkong dengan cara tradisional sebagai bahan pangan dilakukan sejumlah petani salah satunya Sujarwo. Petani di Desa Tanjungsari, Kecamatan Palas itu menyebut sejak puluhan tahun silam singkong jadi alternatif bahan pokok.
Penanaman singkong yang bisa dipanen usia enam bulan hingga tujuh bulan sebutnya kerap melimpah. Hasil panen sekitar 500 kilogram hingga 1 ton sebagian dijual ke pabrik tapioka, pasar tradisional.
Sebagian hasil panen dimanfaatkan untuk konsumsi dengan proses pengolahan direbus, digoreng. Sejumlah varian olahan makanan juga dibuat untuk konsumsi.
Siasati ubi kayu atau singkong nggambos atau busuk, Sujarwo memilih melakukan pengawetan. Teknik pengawetan singkong sebutnya menjadi cara menikmati produk turunan setelah panen. Pengawetan produk singkong dilakukan olehnya memakai teknik pengeringan.
Pengeringan dilakukan menjadi gaplek hingga tiwul. Melalui fermentasi dan pengeringan singkong bisa disimpan hingga setengah tahun.
“Hingga panen berikutnya stok singkong dalam bentuk kering bisa disimpan, jika ingin lebih praktis bisa dibuat menjadi butiran beras singkong dikenal dengan tiwul. Nilai gizinya bisa ditingkatkan menggunakan campuran beras padi serta lauk yang sehat,” terang Sujarwo saat ditemui Cendana News, Senin (28/6/2021).
Sujarwo bilang singkong dengan nama ilmiah Manihot esculenta itu kerap diolah menjadi gaplek. Teknik pengeringan singkong menjadi gaplek diawali dengan pengupasan umbi. Selanjutnya singkong dibelah menjadi ukuran lebih kecil untuk pengeringan dengan sinar matahari.