Sinyal Darurat dari Lautan, Sedang Alami Kesulitan
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Semakin banyak data menunjukkan lautan dalam kondisi krisis sebagai akibat marine debris, terutama sampah plastik. Sinyal darurat ini disampaikan laut, dengan berbagai bukti, baik melalui biota yang terpapar maupun apungan sampah yang dapat ditemukan di berbagai bagian lautan.
Dosen Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Politeknik AUP Jakarta, Hendra Irawan, SSt.Pi, MPi, menyatakan lautan dunia sedang mengalami kesulitan.
“Bukan hanya Indonesia, yang menurut data global adalah penyampah plastik kedua di dunia. Tapi seluruh lautan di dunia mengalami hal yang sama, yaitu terancam oleh keberadaan plastik atau marine debris lainnya,” kata Hendra dalam learning session online di Kampus Politeknik AUP Jakarta, Rabu (2/5/2021).
Bukti yang menunjukkan kondisi lautan dan dampak negatifnya pada biota laut, disebutkan oleh Hendra, sudah banyak tersebar di dunia maya maupun dalam berbagai acara terkait lingkungan.
“Kita sering melihat kesulitan lautan kita dengan banyaknya pemberitaan tentang biota perairan yang mati, diduga kuat akibat sampah plastik dan juga adanya laporan NASA tentang lima pulau yang terbentuk akibat sampah plastik,” ucapnya.
Ia menjelaskan plastik merupakan salah satu dari marine debris, selain logam, jaring, styrofoam, kaca, kain, kertas dan kayu.
“Sebagian besar marine debris, yaitu 80 persen, bersumber dari kegiatan di daratan. Kalau dari negara maju, lebih banyak terdiri dari sampah non organik seperti plastik dan bahan sintetis. Sementara dari negara yang lebih tidak berkembang dan daerah pedesaan, jumlah sampah non organik lebih sedikit diremukkan,” ucapnya lagi.