Sinyal Darurat dari Lautan, Sedang Alami Kesulitan
Editor: Makmun Hidayat
Kondisi sampah plastik di lautan ini, lanjutnya, tentunya berkaitan erat dengan keberadaan sampah plastik di sungai.
“Karena sungai ini kan jalurnya ke laut. Contohnya, kasus sungai di Karangantu Serang, dimana saat musim panas sungainya dipenuhi oleh sampah. Tapi saat musim hujan sungainya langsung bersih. Masyarakat sekitar sungai pastinya lega karena sungainya menjadi bersih. Tapi tanpa mereka sadari, sampah itu sebenarnya bukan hilang, tapi terbawa oleh debit air sungai yang meningkat saat musim hujan ke laut,” urai Hendra.
Dalam perjalanan waktu, plastik yang terapung di lautan ini, karena terpapar oleh panasnya Matahari lalu gelombang dan berbagai aspek oseanografi lainnya, berfragmentasi menjadi mikro plastik.
“Kaitannya dengan mikro plastik ini, para ilmuwan sudah mendeteksi adanya mikro plastik dalam biota laut. Contohnya, pada alga fucus vesiculosus atau zooplankton yang memiliki nano plastik dalam tubuhnya,” paparnya.
Kalau di Indonesia sendiri, penelitian tentang keberadaan mikro plastik ini salah satunya dilakukan oleh Muhammad Reza dan kawan-kawan di Sekotong Lombok pada tahun 2018. Dan ditemukan adanya kandungan mikro plastik pada sedimen terumbu karang.
“Penelitian lanjutan yang dilakukan, juga menunjukkan bahwa mikro plastik juga ditemukan di laut dalam, yaitu pada amphipoda laut dalam,” paparnya lagi.
Terkait sampah plastik Indonesia ini, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menyatakan dengan upaya semua stakeholder dan masyarakat, saat ini terjadi penurunan jumlah sampah plastik yang masuk ke laut, yaitu 15,30 persen pada tahun 2020.