Tawaf, Mengelilingi Baitullah

OLEH: HASANUDDIN

Apa yang kita niatkan, maka itulah yang kita akan capai. “Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya beserta Allah dan Rasul-Nya, barangsiapa berhijrah karena alasan lain, maka itupula yang akan ditemuinya”. Yang awal adalah yang akhir. Yang menyaksikan adalah yang disaksikan.

Ketika kita menyadari hal ini dalam tawaf kita mengelilingi baitullah, maka sadarlah kita bahwa “yang mulia, hanya dapat ditemui oleh yang mulia”. Maka kita memohon agar Allah swt melipatgandakan kemuliaan dan keagungan-Nya kepada baitullah, dan kepada orang-orang mulia yang memuliakan dan mengagungkan baitullah itu baik dengan berhaji maupun dengan berumrah.

Lalu, kita istiqomah dengan tidak berpaling dari mengelilingi zat yang mulia itu, hingga kita memperoleh kabar gembira bahwa barangsiapa yang “beritikaf di rumah-Ku, maka baginya ada jaminan keamanan yang tidak akan tersentuh oleh apa pun”. Serta memperoleh jaminan bahwa “jika kumatikan mereka, akan kubahagiakan dengan pertemuan dengan-Ku. Atau jika mereka tetap kuberi umur yang panjang, maka pakaian mereka akan menjadi bersih”.

Inilah janji Allah kepada mereka yang mau istiqomah, untuk senantiasa beritikaf di baitullah. Mungkin ada pertanyaan, bagaimana tawaf dikerjakan. Kerjakanlah tawaf itu seperti sedang salat jenazah, demikianlah pesan Syeikh Ibn Arabi.

Maknanya adalah bahwa “yang hidup mengitari yang mati”. Kelilingilah baitullah dengan memegang rahasia-rahasia dari syariat, dengan kecerdasan akal, dan dengan mata kasyf. Dengan begitu, engkau akan melihat keindahan yang terpancar dari sinar baitullah yang dipantulkan sinarnya oleh mereka yang sedang bertawaf.

Lihat juga...