Anjing Hitam Mak Wo

CERPEN INUNG SETYAMI

Mak Wo membawa pulang anjing kecil itu. Membersihkan bulu-bulu halusnya yang telah bercampur tanah liat.

Mengobati luka-luka di kakinya dengan tumbukan daun-daunan di hutan. Obat tradisional warisan turun-temurun yang ia kuasai, membuatnya dikenal sebagai pengobat oleh para tetangganya.

Kali ini ia ingin berhenti melakukan aktivitasnya di hutan, mencari dedaunan untuk obat atau pun kayu bakar dan rotan untuk anyaman. Ia akan mencari keberadaan Sureng.

Ia berjalan menyusuri hutan, kesedihannya kian membasah, serupa air matanya yang berlinangan. Memang, orang akan menganggapnya sebagai hal yang berlebihan, jika kehilangan anjing harus ditangisi, namun tidak bagi Mak Wo.

Ini rasanya jauh lebih menyakitkan saat kehilangan seseorang yang ia harapkan selalu berada di sisinya. Dalam kesendiriannya melakukan perjalanan itu, wajah mantan suaminya melintas tiba-tiba, datang dan pergi, seperti slide dalam drama pertunjukan.

Memang ia memilih tak ingin mengingat lagi, namun kenyataannya ingatan dan kenangan selalu tak mau berkompromi untuk tak muncul kembali dalam pikirannya.

Dulu sekali, ia pernah sakit hati saat suaminya memilih meninggalkannya demi memilih wanita lain yang baru saja dikenalnya. Ma Wo dan suaminya kemudian berpisah. Belum lama rasa duka cita itu, Mak kehilangan anak semata wayangnya. Anak itu hilang begitu saja saat bermain air di sungai.

Bertumpuk-tumpuk kesedihan yang ia rasakan saat itu, perlahan terobati oleh pertemuannya dengan Sureng yang tak terduga.

Tapi kali ini terasa lain, ia kehilangan Sureng, ia yakin, bukan karena Sureng ingin meninggalkan, tentu ini karena lain hal. Mak Wo yakin, Sureng anjing yang baik, akan selalu setia membersamainya.
Ia harus mencari, ia tahu ke mana kakinya harus melangkah untuk menemukan Sureng.

Lihat juga...