Faktor Internal Perlu Diawasi dalam Perlindungan Satwa Liar

Kerja sama dengan pemerintah juga perlu dilakukan dalam melakukan inovasi dan terobosan dalam meningkatkan upaya konservasi di alam.

“Tidak hanya untuk harimau, tapi untuk sumber daya hayati Indonesia. Dan, penting juga dalam konteks konservasi ini untuk berkolaborasi dan berdiskusi lebih intensif dengan pihak kedokteran hewan, untuk menghadapi faktor intrinsik, terutama yang berkaitan dengan penyakit,” ucapnya lagi.

Penyakit, kata Darmawan juga memiliki potensi sebagai faktor yang dapat menurunkan atau memusnahkan suatu ekosistem.

“Kita tidak boleh abai atau hanya konsen pada hal eksternal saja. Kita cegah perburuan, tapi melupakan faktor reproduksi atau penyakit yang mungkin menghinggapi hayati kita,” tandasnya.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), drh. Indra Eksploitasia, M.Si., menyatakan penyakit pada Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) dapat berpotensi untuk menurunkan jumlah populasi.

“Harimau Sumatra merupakan satu jenis harimau Indonesia yang masih ada dan dilindungi, serta masuk dalam spesies prioritas setelah Harimau Bali dan Harimau Jawa dinyatakan punah. Jadi, perlu dilakukan intervensi agar harimau ini tetap lestari di habitatnya,” kata Indra, dalam kesempatan yang sama.

Penyebab kepunahan atau penurunan populasi bisa berasal dari menurunnya daya dukung habitat, konflik dengan manusia, menurunnya target buruan dan penyakit.

“Saat ini tercatat ada 600 individu harimau yang tersebar di 23 area secara random. Dan, ada beberapa kamera yang menunjukkan adanya anakan. Yang artinya ada peluang harimau ini tetap bertahan atau peningkatan populasi. Sehingga perlu dipantau, jangan sampai habitat terjaga, tapi ternyata ada penyakit yang menyebar,” urainya.

Lihat juga...