Harmoko dalam Perubahan Politik Indonesia

JAKARTA – Innalillahi wainna Illaihi Rojiun. Pak Harmoko wafat, Minggu (4 Juli 2021) malam. Senin pagi, Pak Hamoko yang wafat dalam usia 82 tahun, dikebumikan dengan protokol Covid-19 di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memudahkannya menuju Jannatun Naim. Amiin yaa Robbal’Alamaiin.

Harmoko yang dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939, mengawali karier wartawan di Harian Merdeka yang didirikan BM Diah (Alm). Selesai sekolah menengah atas, Harmoko bekerja sebagai korektor, pembuat karikatur, dan kemudian wartawan pada 1960. Karikatur Harmoko, terutama yang menyerang Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat ditunggu pembaca Merdeka saat itu.

Dalam rapat redaksi Merdeka, Pak BM Diah — Pemimpin Redaksi dan pemilik Merdeka — menunjuk Harmoko membuat karikatur untuk terbitan keesokan harinya. Harmoko yang suka melukis, bersedia.

“Saya dipercaya Pak Diah untuk membuat karikatur. Selain menyalurkan bakat melukis, karikatur bisa saya pakai sebagai pisau tajam untuk melawan misi politik PKI,” tulis Harmoko di halaman 187 buku Aku Wartawan Merdeka. Buku ini merangkum tulisan puluhan dari kami, eks wartawan Merdeka dalam berbagai generasi.

Saya terakhir bertemu Pak Harmoko, April 2016, saat eks wartawan Merdeka reuni di Situ Gintung, Ciputat. Hadir juga Ibu Herawati Diah, istri Pak BM Diah, pendiri Harian Merdeka. Keduanya sudah sepuh saat itu, naik kursi roda. Ibu Hera juga sudah wafat, lima tahun lalu.

Karikaturis, Wartawan

Masa-masa sebelum pemberontakan PKI, September 1965, Harian Merdeka perang opini melawan Harian Rakjat, surat kabar yang dipimpin tokoh-tokoh PKI, di antaranya Nyoto dan DN Aidit. Di sinilah, karikatur-karikatur Harmoko berperan penting menyampaikan pesan politik melawan PKI. Salah satunya berjudul “Kebudayaan PKI: Tari Teror” yang terbit pada 23 Juni 1964.

Lihat juga...