Pemilik Hari Pembalasan

OLEH: HASANUDDIN

Dalam menjelaskan kata “Raja” (al-malik) Ibn Arabi, dalam kitab al-futuh al-makkiyah, mengatakan “sang raja” (al-malik) di sini adalah ia yang mempunyai hak kepemilikan atas kerajaan dan bersujud kepadanya para malaikat, yaitu “Ruh”.

Ketika hawa nafsu menentang ruh dengan meminta pertolongan pada jiwa, ruh berniat untuk memerangi dan membunuhnya, maka ia pun bersiap-siap. Kemudian keluarlah ruh dengan segala bala tentara tauhid dan para penghuni tataran tertinggi (al-mala al-a’la), sementara hawa nafsu juga keluar dengan membawa pasukan hasrat dan kebatilan serta para penghuni tataran rendah (al-ma’la al-asfal).

Lalu ruh berkata kepada nafsu, “Ini hanyalah antara aku dan dirimu, jika aku bisa mengalahkanmu, maka kerajaan ini milikku, jika engkau yang menang dan kau kalahkan aku, maka kerajaan ini akan menjadi milikmu, agar tidak jatuh korban diantara rakyat kita. maka pergilah ruh dan nafsu berhadap-hadapan, dan akhirnya ruh dapat mengalahkan nafsu dengan “pedang ketiadaan” (sayf al-adam).

Kemudian ia menaklukkan jiwa setelah perlawanan dan perjuangan yang sempit darinya. Akhirnya Jiwa bertekuk lutut di bawah pedang ruh, tunduk dan menyerah serta kembali bersih dan suci.

Para inderawi, yang adalah rakyat kebanyakan, menjadi aman karena keimanan jiwa, dan mereka semua ikut tunduk dan patuh. Mereka terlucuti dari segala pakaian klaim dan pengakuan yang rusak. Perkataan mereka menyatu hingga seakan-akan ruh dan jiwa menjadi sesuatu yang sama. Dengan ini menjadi benar nama “sang raja” bagi ruh secara hakiki, lalu Al-Haqq berkata kepadanya, “malik yawm ad-din” (raja penguasa hari pembalasan). Dengan ini ruh lalu dipindahkan maqam-nya dari difrensiasi syariat menuju himpunan tauhid.

Lihat juga...