Suka dan Duka Pelajar Sangihe, Setahun Belajar Online
SANGIHE – Pandemi sudah lebih dari setahun berlangsung di Indonesia, sudah setahun juga Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tabukan Utara, Sangihe, harus menerapkan sistem belajar daring.
“Karena sudah setahun belajar online, orang tua (murid) kami berusaha memenuhi kebutuhan anaknya, membeli ponsel Android,” kata Kepala SMAN 1 Tabukan Utara, Sangihe, Sulawesi Utara, Juinar Usman, saat webinar tentang belajar online, Minggu (4/7).
Juinar mengingat setahun belakangan merupakan tantangan besar baginya, bagaimana di tengah pandemi, sekolah bisa tetap berlangsung sambil menjaga kesehatan dan menghindari penyebaran virus corona.
Perubahan yang sangat mendadak ini mengagetkan komunitas tempatnya bekerja, begitu juga di sekolah sekitarnya, tidak memiliki infrastruktur dan alat yang memadai.
“Banyak yang tidak punya internet dan alat seperti komputer, HP (ponsel) atau laptop,” kata Juinar.
Tidak semua siswa maupun orang tua murid memiliki ponsel, padahal keberadaan gawai untuk sekolah daring adalah hal yang mutlak. Pun begitu Juinar maklum, tidak semua orang sanggup membeli ponsel atau laptop.
Mereka yang memiliki gawai tidak berarti bebas kendala, kenyataannya, sekolah secara daring ini membutuhkan kuota internet yang tidak sedikit.
Keadaan ini ditambah ketersediaan internet yang belum merata di Sangihe, menurut kesaksian Juinar, tidak semua wilayah terjangkau sinyal seluler di sana.
Ketika metode kerja hibrida, campuran bekerja di kantor dan dari jarak jauh, disebut sebagai cara kerja yang efektif, mereka di Sangihe sudah mempraktekannya sejak awal pandemi.
Tidak jarang guru harus menyeberang pulau untuk menyambangi siswa yang tidak punya ponsel atau akses internet.