Vaksin Moderna Harus Diberikan Sebagai Vaksin Baru, Bukan Lanjutan

editor: Maha Deva

JAKARTA – Wacana vaksinasi dengan produk Moderna, untuk tenaga kesehatan, dianggap langkah yang tepat. Tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam perawatan pasien yang terpapar virus SARS-COV2.
Tetapi, vaksin tersebut bukanlah sebagai metode vaksinasi lanjutan, dari vaksin sebelumnya. Harus menjadi jenis baru, yang harus diberikan secara lengkap dua dosis, untuk memastikan keefektifannya. Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Zullies Ikawati menyebut, wacana untuk menggunakan vaksin Moderna untuk para tenaga kesehatan dapat saja dilakukan.
“Pemberian vaksin Moderna kepada para nakes adalah hal yang baik-baik saja, mengingat tenaga kesehatan memang merupakan garda terdepan dengan risiko tinggi yang harus mendapatkan proteksi lebih baik. Hanya saja, bukanlah sebagai suntikan ketiga, tetapi adalah sebagai vaksin baru, sebagai vaksin kedua,” kata Zullies, Sabtu (10/7/2021).
Alasannya adalah, platform Moderna berbeda dengan Sinovac atau AstraZeneca. Tetap perlu diberikan dua dosis, untuk memberikan efek proteksi maksimal.  “Kita ketahui, para nakes sudah mendapatkan vaksin Sinovac mungkin sekitar 5-6 bulan yang lalu, sebagai penerima vaksin prioritas pertama, yang mungkin saja kekebalan yang diperoleh dari vaksin tersebut ada yang sudah mulai berkurang. Sejujurnya belum diketahui secara pasti, berapa lama kekebalan akibat vaksin itu dapat bertahan,” ujarnya.

Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati, Selasa (11/5/2021) – Foto Ranny Supusepa
Sehingga, pemberian vaksin Moderna bisa disebut sebagai pemberian vaksin kedua. Yang diharapkan akan meningkatkan proteksi, bagi para tenaga kesehatan terhadap COVID-19, dengan efikasi yang lebih tinggi terutama pada varian baru.  “Tentunya perlu diperhitungkan dahulu jeda antara vaksinasi sebelumnya dengan vaksin Moderna ini. Dan perlu diatur untuk pelaksanaannya, karena kita masih memiliki masyarakat yang bahkan belum divaksinasi sama sekali,” tegas Prof. Zullies.
Secara terpisah, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito menyebut, efikasi vaksin Moderna adalah 94 persen untuk umur 18 hingga 65 tahun. Dan pada kalangan umur di atas 65 tahun adalah 86,4 persen. “Dalam uji klinis fase ketiga, Vaksin Moderna cukup bagus bagi para penderita penyakit paru-paru kronis, jantung, obesitas, liver, diabetes hingga HIV. Sehingga bisa dikatakan vaksin ini cocok bagi masyarakat Indonesia yang punya komorbid,” ucapnya.
Menanggapi pernyataan dari Pengembang Moderna, yang menyatakan bahwa formulasi mRNA sudah memperhitungkan perubahan protein lonjakan yang ada dalam varian B1351 dan beberapa varian virus SARS-COV2 lainnya, Penny meminta, untuk menunggu hasil penelitian lanjutan. “Namun tentu perlu ditunggu hasil penelitian yang lebih pasti terkait klaim ini. Untuk kejadian KIPI pada vaksin ini masih normal dan merupakan reaksi wajar dari vaksinasi, seperti lelah, nyeri otot hingga demam,” pungkasnya. (Ant)
Lihat juga...