Bijaksana Konsumsi Makanan, Upaya Kontrol Emisi Gas Rumah Kaca
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Berdasarkan data, tahapan produksi yang paling besar mengeluarkan gas rumah kaca, yaitu 20,4 persen.
“Tahapan produksi ini meliputi perubahan penggunaan lahan, yang mengubah lahan hutan sebagai lahan produktif dan kegiatan yang terjadi pada lahan pertanian atau peternakan,” urainya lagi.
Pada tahapan pascaproduksi, sumber emisi gas rumah kaca meliputi proses pengolahan, pengemasan, transportasi atau distribusi serta tahapan ritel.
“Yang selanjutnya adalah pascaritel, mencakup proses memasak dan limbah sisa makanan, mencakup 6,7 persen dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan,” kata Dewi.
Dari beberapa hasil penelitian pada studi Life Cycle Assessment (LCA) pada 38 ribu model pertanian yang menghasilkan 40 jenis produk makanan menunjukkan setiap produk makanan memiliki emisi berbeda bergantung pada proses terjadinya makanan tersebut.
“Ditemukan produk gandum memiliki rentang antara 0,7 hingga 3,1 kgCO2 ekuivalen per kilogram, jagung memiliki rentang antara 0,7 hingga 3,5 kgCO2 ekuivalen per kilogram, beras memiliki rentang antara 0,8 hingga 4,3, kgCO2 ekuivalen per kilogram dan umbi-umbian memiliki rentang antara 0,3 hingga 2,2 kgCO2 ekuivalen per kilogram,” paparnya.
Untuk jenis olahan kedelai memiliki rentang antara 1,4 hingga 2,3 kgCO2 ekuivalen per kilogram, keju memiliki rentang antara 10,2 hingga 58,8 kgCO2 ekuivalen per kilogram, daging unggas memiliki rentang antara 4,0 hingga 20,8 kgCO2 ekuivalen per kilogram atau daging sapi memiliki rentang antara 32,6 hingga 269,2 kgCO2 ekuivalen per kilogram.
“Sementara untuk buah, apel memiliki rentang antara 0,3 hingga 0,6 kgCO2 ekuivalen per kilogram atau jeruk memiliki rentang antara 0,0 hingga 0,7 kgCO2 ekuivalen per kilogram,” paparnya lagi.