Eksistensi dan Non Eksistensi
OLEH: HASANUDDIN
Dengan demikian, hadits Nabi Muhammad saw di atas dengan sangat tepat telah memberitahukan kepada kita bahwa dalam Allah adalah “Subjek” sebab itu adalah sesuatu yang keliru untuk menjadikan Diri-Nya sebagai “objek”.
Sebagai subjek maka Dia-lah yang menentukan segala sesuatu atas objek. Objek, tidak dapat diterima bahwa mereka bisa mengatur atau mengendalikan subjek. Tidak dapat diterima logika bahwa objek memiliki pengetahuan dan atau dapat menyaksikan subjek. Logisnya adalah Subjek yang menyaksikan objek, apakah secara pandangan “mata”, secara ilmu, secara hakikat, subjek-lah yang menyaksikan objek. Dan demikianlah firman Allah swt berikut ini:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Sanurīhim āyātinā fil-āfāqi wa fī anfusihim ḥattā yatabayyana lahum annahul-ḥaqq, awalam yakfi birabbika annahū ‘alā kulli syai’in syahīd.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? ” (Q.S Fushshilat [41] : 53).
Dikatakan bahwa manusia termasuk tanda-tanda kebesaran Allah swt, atau objek yang Allah hadirkan guna memperlihatkan keagungan-Nya. Dengan demikian dalam pola hubungan antara Allah dengan manusia atau makhluk lainnya, posisi Allah adalah subjek dan posisi manusia atau makhluk lainnya adalah objek. Dan itulah yang dijelaskan oleh hadits Nabi Muhammad saw di atas.