Etika Sosial, Belajar dari Keseimbangan Penciptaan dan Pemeliharaan Semesta Alam
OLEH: HASANUDDIN
Namun seperti yang kita saksikan belakangan ini, kerusakan alam benar-bebar telah terjadi di mana-mana. Padahal mata rantai pasokan logistik yang amat diperlukan, bukan hanya untuk manusia, namun juga bagi seluruh makhluk amat sangat tergantung dengan keseimbangan ekosistem kehidupan.
وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبٰرَكَ فِيْهَا وَقَدَّرَ فِيْهَآ اَقْوَاتَهَا فِيْٓ اَرْبَعَةِ اَيَّامٍۗ سَوَاۤءً لِّلسَّاۤىِٕلِيْنَ
Wa ja‘ala fīhā rawāsiya min fauqihā wa bāraka fīhā wa qaddara fīhā aqwātahā fī arba‘ati ayyām, sawā’al lis-sā’ilīn.
“Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya.” (Q.S Fushshilat [41] : 10).
Dalam pola hubungan antara langit dan bumi, Allah menjelaskan dalam berbagai perspektif dan dalam banyak kesempatan diumpamakannya dalam relasi antara Ayah, Ibu dan anak-anak. Langit adalah ayah, bumi adalah ibu, dan aneka tumbuhan dan hewan adalah putra-putri mereka. Karena itu Allah menjadikan perumpamaan pola hubungan itu, sebagai pelajaran bagi manusia dalam pola hubungan mereka dengan “kedua orang tuanya”.
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
Wa qaḍā rabbuka allā ta‘budū illā iyyāhu wa bil-wālidaini iḥsānā, immā yabluganna ‘indakal-kibara aḥaduhumā au kilāhumā fa lā taqul lahumā uffiw wa lā tanharhumā wa qul lahumā qaulan karīmā