Kolaborasi Munculkan Energi Positif Hadapi Pandemi
JAKARTA – Serangan wabah virus corona yang sudah terjadi sejak 1,5 tahun lalu di Indonesia, memunculkan polarisasi perilaku sebagian masyarakat dalam menyikapinya.
Pertama, mereka yang memanfaatkan untuk keuntungan sepihak. Ke dua, mereka yang secara ikhlas dengan simpati dan empati menggalang solidaritas sosial untuk menghadapi wabah ini.
Kalau dicermati dari fakta-fakta, kedua pihak tetap eksis di jalurnya hingga kini. Perilaku yang satu pihak atas dasar nilai-nilai ego dan kebebasan yang menihilkan simpati dan empati.
Pada Februari hingga Maret 2020, sebelum wabah dinyatakan masuk Indonesia, marak sekali informasi mengenai ramuan tradisional yang penting untuk menguatkan imunitas. Lantas, harga bahan jamu seperti jahe, kencur dan sebagainya melejit di pasaran.
Harga jahe merah di Jakarta dan sekitarnya, misalnya, dari Rp40 ribu menjadi Rp90 ribu, bahkan Rp100 ribu per kilogram (kg).
Tak hanya itu, masker medis satu kotak yang biasa dijual 20 ribu menjadi ratusan ribu rupiah yang menyebabkan Polda Metro Jaya melakukan penertiban, termasuk di Pasar Pramuka.
Persoalan ambil kesempatan itu masih berlanjut sampai Juli 2021. Seperti oknum yang menimbun obat-obatan untuk pasien virus corona (Covid-19) dengan tujuan memicu kelangkaan, sehingga harganya naik. Kasus ini ada di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat (Jakbar).
Kelangkaan tabung dan pemalsuan tabung oksigen juga sempat terjadi. Kasusnya juga ditangani Kepolisian.
Kasus pemalsuan hasil tes Covid-19 telah pula terungkap di beberapa daerah. Tempat kejadiannya juga beragam; di stasiun, bandara dan pelabuhan penyeberangan.
Perilaku-perilaku tersebut tentu menyedihkan dan memprihatinkan di tengah wabah virus corona yang juga bisa menimpa pelakunya. Data menunjukkan, bahwa virus ini tidak memilih orang baik atau orang jahat.