Kurikulum TK dan SD tidak Sejalan, Dewan Pendidikan Jateng Usul Ada Sinkronisasi
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
SEMARANG — Bagi Johan, warga Tembalang Semarang, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ), cukup merepotkan dirinya sebagai orang tua. Selain, harus bekerja, dirinya juga berkewajiban untuk melakukan pendampingan kepada anaknya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD.
“Cukup merepotkan, apalagi anak saya belum bisa membaca. Saya juga kaget, ternyata kelas 1 SD, sudah harus bisa membaca. Buku paketnya, sudah seperti buku pelajaran pada umumnya. Saya pikir kalau kelas 1 itu diajari terlebih dulu belajar membaca, namun ini sudah harus menerima pembelajaran secara umum,” terangnya, saat ditemui di Semarang, Kamis (12/8/2021).
Apa yang dikeluhkan Johan tersebut, juga disampaikan oleh Winarsih. Warga Jatingaleh Semarang ini, juga kaget, jika pembelajaran SD, sudah menuntut anak untuk bisa membaca dengan lancar.
“Buku paket pelajarannya juga tebal, sementara sewaktu di TK, anak saya belum diajari membaca. Jadi ini juga agak merepotkan, karena anak saya jadi tertinggal dari teman-teman dia yang lain, yang sudah bisa membaca,” terangnya.
Menyikapi hal tersebut, anggota Dewan Pendidikan Jateng Dr Ngasbun Egar MPd, mengakui saat ini ada perbedaan kurikulum di tingkat TK- SD, yang tidak saling mendukung.
“Ini menjadi persoalan nasional, yang memang perlu segera kita selesaikan. Sebab jika melihat kurikulum pendidikan di tingkat TK, pada jenjang tersebut tidak mengenal calistung atau baca tulis hitung, namun lebih menekankan ke pembentukan karakter siswa,” terangnya.
Persoalan muncul, ketika siswa masuk ke jenjang SD, dimana kurikulumnya sudah mengharuskan anak sudah bisa membaca, meski baru duduk di kelas 1 SD.