Perhatikan Cara Penyajian, Tips Berjualan Bubur Tradisional agar Laris
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
SEMARANG – Sektor kuliner menjadi salah satu bidang yang terimbas pada penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Namun hal tersebut, agaknya tidak berlaku untuk penjualan bubur tradisional yang menjadi khas Kota Semarang.
Setidaknya hal tersebut dirasakan Wahyuni, pedagang bubur lima rasa yang ditemui di sela berjualan di kawasan Mangunsarkoro Semarang, Selasa (24/8/2021).

“Saya berjualan bubur tradisional lima rasa, seperti bubur mutiara, cetil, ketan hitam, bubur sumsum, hingga bubur ketela. Selama ini penjualan, Alhamdulillah tetap ramai pembeli. Ya, karena selain rasanya, enak, menurut saya harga juga terjangkau Rp 5 ribu per bungkus,” paparnya.
Dirinya mengaku PPKM tidak berpengaruh banyak pada penjualan bubur tradisional yang dijualnya. Hal tersebut karena dirinya memilih lokasi berjualan strategis, yakni berdampingan dengan toko kelontong yang menjual beragam kebutuhan rumah tangga, hingga susu formula serta kebutuhan bayi.
“Jadi meski PPKM, toko ini tetap buka dan beroperasi, pembeli juga tetap ada. Para konsumen di toko tersebut, yang kemudian menjadi pembeli bubur. Ada juga yang datang ke sini, untuk membeli bubur, namun umumnya ini, mereka yang sudah berlangganan atau pernah membeli sebelumnya,” terangnya.
Diakui cara tersebut, mampu mendongkrak atau setidaknya mempertahankan penjualan bubur. Dirinya mengaku dalam sehari minimal 50 bungkus bubur bisa terjual. Jika sedang ramai, terutama saat akhir pekan, angka penjualan bisa meningkat 2-3 kalinya.