PGRI Flotim Keluhkan Hilangnya Tunjangan Kesra 

Editor: Maha Deva

 LARANTUKA – Kalangan guru di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan hilangnya Tunjangan Kesejahteraan (Kesra). Keluhan disampaikan, oleh guru penerima non sertifikasi dan guru penerima sertifikasi.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Flores Timur, Maksimus Masan Kian menyebut, untuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) masih ada. Sementara untuk tunjangan Kesra hilang, tanpa penjelasan. Srtinya, ASN guru yang notabene Penerima Tunjangan Sertifikasi dan Tunjangan Non Sertifikasi, pendapatannya terpotong sebesar Rp 250 ribu. “Mencermati Perbub Flotim Nomor 26 Tahun 2021, ditemukan ada ketidadilan di sana,” kata, Maksimus, Sabtu (14/8/2021).

Hal tersebutlah yang akhirnya mendorong para guru menemui Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon. Pada prinsipnya, pemberian TPP pada Perbup Flotim Nomor 26/2021, Bab II Pasal 2, point e menyatakan keadilan dan kesetaraan. Ini berarti, seharusnya pemberian TPP mencerminkan rasa keadilan dan kesamaan, untuk  memperoleh kesempatan akan fungsi dan peran sebagai pegawai ASN

Di Bab III Pasal 9 ayat (1) point c, tentang pengecualian pemberian TPP dinyatakan, pemberian TPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dikecualikan bagi ASN yang bertugas sebagai tenaga pendidikan dan kependidikan, yang menerima  tunjangan profesi dan tunjangan khusus guru. “Menurut pandangan PGRI Flores Flores Timur, pengecualian pemberian TPP yang tertuang pada Bab III Pasal 9 ayat (1) point c ini mencerminkan kurangnya rasa keadilan dan ketidaksamaan,” tegasnya.

Maksi menyebut, guru di Kabupaten Flores Timur yang belum disertifikasi selama ini menerima tunjangan khusus atau tunjangan non sertifikasi. Dan jika mencermati isi Perbub 26/2021, sebagian besar guru di Flotim memilih menerima TPP daripada menerima Tunjangan Non Sertifikasi, karena melihat nominal tunjangan yang diberikan.

Jika TPP diberikan dengan memperhatikan prinsip beban kerja, maka yang terjadi guru penerima non sertifikasi wajib mengajar 24 jam dan berhak menerima Rp250 ribu. “Guru penerima TPP tidak mengajar 24 jam dan menerima paling rendah Rp600 ribu hingga Rp700 ribu. Aneh, beban kerja lebih tinggi, terima lebih sedikit dan beban kerja lebih sedikit terima lebih banyak,” tandasnya.

Sementara di tahun anggaran 2021, jika sudah ada TPP, maka tunjangan kesra sudah tidak diberikan lagi. Itu berarti, ada potongan pendapatan Rp250 ribu bagi guru ASN yang sudah sertifikasi maupun yang sudah terima non sertifkasi. “Pada perbub yang ada, guru yang menerima dua tunjangan ini tidak terima TPP.  Sangat miris, Perbub Nomor 26 Tahun 2021 sedang berada pada rel yang tidak adil,” tandasnya.

Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon mengatakan, TPP untuk membantu memperbaiki nasib ASN dari sisi kesehjateraan. TPP informasinya sudah bergulir sejak 2020 lalu dan jumlahnya tidak seperti yang tertuang di dalam Perbub. “Namun keadaan keuangan sehingga demikian yang bisa ditetapkan,” ucapnya.

Anton menyebut, pemerintah daerah mengatur pemberian tunjangan dengan memperhatikan berbagai regulasi secara nasional dan berkonsultasi secara berulang ke Mendagri dan BPK. Dan pada akhirnya, konsep Perbub 26/2021 disetujui sesuai draf yang disiapkan. “Memang diperhatikan betul pada bagian seorang ASN tidak menerima tunjangan dari dua sumber yang berbeda,” tandas Anton.

Ttujuan utama pemberian TPP adalah, memberi rasa keadilan dan kesamaan bagi ASN. Beberapa hal yang menjadi dasar pemberian TPP  adalah, beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi dan pertimbangan objektif lainnya. “Seorang pegawai tidak bisa menerima tunjangan dari sumber berbeda secara bersama,” ujarnya.

Dan saat ini yang menjadi masalah dari pemerintah daerah adalah, pemberian tunjangan guru non sertifikasi sebesar Rp 250 ribu diambilkan dari DAK non fisik. Guru sertifikasi, tidak bisa mendapat TPP dan diakui memang tidak adil. Tetapi di sisi lain pemerintah daerah terbentur dengan aturan yang ada.

Lihat juga...