BMKG: Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami Harus Terintegrasi
Dwikorita menjelaskan, keberadaan sirine pada awalnya memang sangat penting, karena merupakan salah satu cara mitigasi tsunami, selain Peta Bahaya Tsunami, Peta Evakuasi serta sarana prasarana evakuasi seperti jalur evakuasi, rambu evakuasi, dan shelter tempat pengungsian.
Namun, karena keterbatasan Pemerintah Daerah dalam pemeliharaan sirine dan kendala Peringatan Dini untuk tsunami cepat (tsunami atypical atau non tektonik), maka BMKG bersama BNPB, Pemerintah Daerah dan Pihak Terkait, berupaya melakukan mitigasi dengan pendekatan edukatif, agar masyarakat mampu melakukan evakuasi mandiri tanpa tergantung sirine, dengan menjadikan guncangan tanah yang dirasakan sebagai alarm peringatan dini.
“Masyarakat, utamanya di daerah pesisir pantai harus mengevakuasi diri ke tempat yang lebih tinggi, jika merasakan guncangan atau ayunan tanah yang menerus selama bebera detik, tanpa harus menunggu sirine berbunyi. Guncangan atau ayunan tanah tersebut dapat diakibatkan oleh gempa bumi atau longsor tebing pantai ke laut ataupun longsor laut,” paparnya.
Selain itu, perlu juga disiapkan Sistem Penyebarluasan Informasi Peringatan Dini Alternatif, secara redunden, misalnya dengan menggunakan Radio HT, Aplikasi Peringatan Dini dengan ponsel ataupun Peralatan/Teknologi Lokal atau Tradisional, seperti menggunakan kentongan, speaker masjid, dan sebagainya yang dapat dikembangkan berdasarkan kearifan lokal.
“Semoga fakta ini bisa menjadi perhatian bersama, terutama Pemerintah Daerah untuk juga turut mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih matang, guna meminimalisir dampak korban jiwa dan kerugian materil akibat gempa bumi dan tsunami,” ujar dia, (Ant)