Efikasi Vaksin Nusantara Harus Lebihi Moderna
Editor: Koko Triarko
Untuk mengantisipasi ketika, misalkan, ternyata gelombang tiga terjadi dan butuh booster atau jenis vaksin seperti apa untuk mem-backup varian mutasi virus terbaru nanti.
“Jadi masih ada harapan, walaupun timming-nya telat. Bisa pakai vaksin Nusantara ke depannya, masih ada harapan. Ya, memang kita nggak mengharapkan gelombang ke tiga. Cuma buat siap-siap menjaga ketika gelombang ke tiga ternyata lebih parah dari gelombang ke dua yang diciptakan oleh varian Delta. Mungkin vaksin Nusantara bisa dipakai dalam perkembangannya,” ujarnya.
Tentu, menurutnya lagi edukasi juga perlu digencarkan terkait vaksin ini. Dan, perlu dibuktikan secara ilmiah vaksin Nusantara memenuhi standar WHO. Yakni, untuk mencapai kekebalan imunitas minimal efikasi vaksin harus di atas 50 persen
Dan saat ini kalau melihat kompetitor vaksin lain, untuk Sinovac mencapai 60 persen lebih, Astrazeneca dan Pfizer sudah 70 persen dan Moderna di atas 90 persen.
“Artinya untuk mendapatkan perhatian masyarakat, maka vaksin Nusantara harus bisa menyaingi Moderna atau Pfizer dengan efikasi di atas 90 persen,” ujar Fajri.
Tapi, kalau kualitasnya di bawah itu, menurutnya pemerintah bisa menskenariokan agar vaksin Pfizer atau Moderna, izin edarnya jangan terlalu luas atau banyak cakupannya.
“Mungkin bisa diskenariokan seperti itu, bisa direkayasa. Kalau saya berpikirnya kalau tetap pengen mengedepankan vaksin Nusantara, Insyaallah, ya,” ucapnya.
Karena vaksin Nusantara ini adalah karya anak bangsa, sehingga masyarakat Indonesia harus bangga atas vaksin buatan produk lokal yang dapat bersaing.
“Jadi tantangan berikutnya bisa bersaing atau nggak dengan kompetitor vaksin lainnya. Nah, yang kita harapkan cuma satu indikator, yaitu efikasinya saja. Kalau secara efek samping kemungkinan besar namanya vaksin kurang lebih sama gejala-gejala dari seluruh vaksin yang ditawarkan,” tukasnya.