Kesurupan Ketiga
CERPEN PANGERANG P. MUDA
“Mati, maksudnya?”
Angguk orang pintar membuat suami Bondati meraupkan kedua telapak tangan ke sepenuh wajahnya. Mendadak pucat, keringat berembesan menembus kaus yang dia kenakan, sampai buru-buru pulang dan lupa menanyakan hasil menerawang orang pintar itu, apa tujuan Sarbas mengirim teluh pada istrinya.
***
Meskipun bukan langsung dari tangannya, tapi bila Sarbas mati karena teluh itu dikirim balik, suami Bondati menganggap sama saja kalau dia yang membunuhnya. Dan Sarbas mati, sama juga mematikan sumber penghidupannya.
Sejak sebelum menikah Sarbas sudah mempekerjakannya menjaga dan merawat dua bangunan tinggi rumah walet. Di samping mendapat upah mingguan, Sarbas juga memberi sepeda motor karena jarak rumah pemeliharaan walet itu sekitar sepuluh kilometer dari tempat tinggalnya.
Kalau Sarbas mati, tidak ada yang bisa menjamin dia tetap bekerja menjaga rumah walet sumber penghidupannya itu.
“Orang itu sakit hati pada kalian, terutama pada istrimu,” orang pintar itu membisikkan hasil penerawangannya.“
Selama ini dia menyimpan sakit hatinya dengan rapi. Dia lebih dahulu mengenal istrimu daripada kamu, dan sudah jatuh hati padanya. Tapi malah cintamu yang diterima. Dia akan terus mengganggu istrimu, bisa saja sampai mencelakakannya.”
Agar tidak membuat istrinya makin tertekan, suami Bondati meminta pada orang pintar agar penjelasan itu tidak usah disampaikan pada istrinya.
***
Sesi ketiga pengobatan sebagai sesi terakhir, untuk memulihkan kondisi, namun saat dilakukan ritual menyentuhkan ujung potongan kayu ke bagian tertentu tubuh Bondati, ia malah kesurupan lagi.
Gerakan-gerakan yang ia perlihatkan nampak sangat kerepotan. Ia mengayun, cukup lama, sebelum mengambil sesuatu dari ayunan itu dan menggendongnya, sambil terus pula mengusap-usap.