Memahami Perintah Bertasbih
OLEH: HASANUDDIN
KATA tasbih berakar dari kata sabaha (سبح) dan terdapat dalam berbagai bentuk penggunaannya di dalam Al-Qur’an.
Terdapat tujuh surah dalam Al-Qur’an yang dimulai dengan kata ini. Para ahli tafsir telah mengamati dengan cermat bahwa surah-surah tersebut mempunyai urut-urutan yang sangat logis, bukan saja ditinjau dari kandungan maknanya tetapi juga dari segi bentuk kata yang dipilihnya dari sudut pandang ilmu kebahasaan.
Dalam ilmu bahasa dikenal perurutan yang dimulai dari kata jadian atau masdar, disusul dengan kata kerja masa lampau, kemudian kata kerja masa kini, dan seterusnya adalah kata yang menunjuk kepada perintah.
Urutan seperti itu pula ditemukan dalam surah-surah yang dimulai dengan kata “sabaha” itu. Surah pertama yang menggunakan akar kata sa-ba-ha pada ayat pertama adalah surah Al-Isra (17): 1, dengan menggunakan bentuk jadian subhana, disusul dengan surah yang menggunakan kata kerja masa lampau sabbaha masing-masing pada surah Al-Hadid (57):1, Al-Hasyr (59):1, Ash-Shaf (61): 1; kemudian Surah yang menggunakan kata kerja masa kini, yaitu pada surah Al-Jumu’ah (63):1 dan Surah At-Taghabun (64):1. Dan terakhir adalah surah Al-A’la (87): 1 yang menunjuk kepada perintah dengan kata sabbih.
Kata sabbih dari kata sabaha memiliki arti dasar “menjauh”. Sehingga kata sabbih bermakna perintah untuk menjauhkan Allah dari segala sifat kekurangan dan keburukan.
Dengan mengucapkan subhanallah, seseorang mengakui bahwa tidak ada sifat dan atau perbuatan Allah yang kurang sempurna, atau tercela, tidak ada ketetapannya yang tidak adil, tidak ada ciptaannya yang tidak seimbang, tidak ada perlakuan terhadap makhluk-Nya yang tidak disertai dengan kasih sayang.