Memahami Perintah Bertasbih
OLEH: HASANUDDIN
Para surah al-A’la (87) ayat satu Allah SWT berfirman:
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ
Sabbiḥisma rabbikal-a‘lā
“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi.” (Q.S Al-A’la [87] : 1).
Prof Quraish Shihab memberikan penjelasan bahwa: kata ism (إسم) pada ayat ini biasa diterjemahkan dengan “nama”, merupakan sisipan yang tidak boleh diartikan seperti makna harfiahnya. Sisipan ini menurut beliau berfungsi menguatkan perintah bertasbih, dan dengan demikian ia tidak harus diterjemahkan. Cukup dipahami bahwa ia menekankan pentingnya perintah bertasbih, maka hendaknya orang beriman memperhatikan dengan sungguh-sungguh perintah tersebut.
Sementara itu Syekh Ibnu Arabi menjelaskan bahwa makna perintah yang terdapat pada surah Al-A’la (87) ayat 1 ini adalah agar mensucikan lokus dirinya guna menerima “tajalli misal” (di alam Jabarut). Sehingga dikatakan kepadanya “Maha Sucikanlah Nama Rabbmu Yang Maha Tertinggi”.
Hal ini menurut beliau karena tatkala Alif(ا) pada kata إسم muncul, maka kekuasaan (Qudrah) mengaktifkan tasbih dalam diri mim, sehingga ia pun bertasbih seperti yang diperintahkan kepadanya. Kemudian dikatakan kepada mim “yang tertinggi” (Al-A’la), karena sebelumnya ia bersama ba di tempat terendah (al-asfala) sedangkan pada maqam ini (yang nampak dalam ayat ini) ia sedang berada di tengah (wasat). Seorang yang bertasbih, tidak mungkin bertasbih atau memahasucikan ia yang semisal/setingkat dengannya atau lebih rendah darinya. Pastilah pihak yang dimahasucikan haruslah berada “lebih tinggi” (a’la).
Maka perhatikanlah hal tersebut dalam melaksanakan perintah bertasbih. Semoga Allah swt senantiasa memberikan bimbingan-Nya kepada kita semua. ***