Mereka yang Tetap Optimis Dihimpit Dampak Pandemi

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Deru suara mesin angkot butut berpadu dengan suara gerimis yang turun di Kota Bandar Lampung, menjadi harapan bagi Hermansah. Pengemudi angkutan perkotaan (angkot) itu menunggu penumpang asal Sukaraja tujuan Teluk Betung. Pelanggan dominan merupakan ibu rumah tangga yang akan menuju ke pasar Kangkung, Gudang Lelang, dan sekitarnya.

“Hujan membuat pedagang sayuran, ibu rumah tangga yang akan ke pasar memilih naik angkot,” sebut Hermansah, saat ditemui Cendana News, Selasa (7/9/2021).

Hermansah mengaku tidak memperhitungkan jumlah penumpang. Semakin maksimal jumlah penumpang, total sepuluh orang, menjadi sumber pendapatan baginya. Ia bukan pemilik angkot, melainkan hanya pengemudi dengan sistem setoran. Waktu subuh, mesin angkotnya telah menderu siap memburu rupiah.

Hermansah bilang, selama setahun ia kehilangan pelanggan, utamanya pelanggan dengan sistem abodemen atau antarjemput dari pelajar SD hingga SMA, karena dampak pandemi. Sementara, berbagai bantuan sosial atau stimulan usaha, tidak diperolehnya. Hanya beras sepuluh kilogram diperoleh saat ia melintas di titik pembagian sembako oleh instansi sebagai bantuan.

“Kalau dikalkukasi selama sebulan, penghasilan saya yang hilang mencapai jutaan rupiah hanya dari sektor abodemen atau antarjemput anak sekolah, sisanya pekerja kantoran yang bekerja dari rumah, penumpang tetap hanya masyarakat umum dominan ibu rumah tangga atau pedagang pasar,” terang Hermansah.

Hermansah mengatakan, pembatasan sosial dengan beragam istilah yang diciptakan pemerintah, mulai dari istilah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan istilah lain, merugikan usahanya.

Lihat juga...