Panji Tunggul Wulung

CERPEN MARA MAWAR

Selain memang kesetiaanya mengikuti proses magang dan ia rutin menyambangi istana, meski bukan jadwalnya untuk bertandang, mengabdi di hari itu.

Sementara Priyo seringkali mangkir ketika seharusnya di hari itu ia datang dan mengurus istana. Tapi sekali lagi, ia terlalu angkuh untuk menerima kesalahan yang telah diperbuatnya sendiri.

Perseteruan mereka semakin dalam dan lengkap ketika keduanya berusaha menarik simpati orang tua Dewi Padmi. Meski Dewi Padmi telah jatuh hati pada Timur, tetapi keputusan menikah dengan siapa tetaplah berada di tangan orang tuanya.

Tak peduli berapa gunung kenangan dan cinta menyesaki dadanya, keputusan orang tua akan selalu ia patuhi. Dan hati orang tuanya jatuh pada Priyo, anak pengusaha kaya di kampungnya.

Dewi Padmi hanya pasrah. Dan pasrah tak akan pernah mengubah keadaan menjadi baik. Pasrah tak menawarkan harapan. Dewi Padmi pun kian terpuruk ketika Timur juga bersikap sama dengannya, pasrah.

Bara cinta yang masih membara antara Padmi dan Timurpasti tak akan padam sempurna oleh paksaan keadaan. Meski pernikahan telah membuat Priyo memiliki tubuh Padmi, tetapi pernikahan tak bisa sepenuhnya membuat Priyo memilliki hati Padmi.

Mata Padmi tetap saja tertuju kepada kekasih yang gagal menikahinya itu. Sama seperti saat ini. Ketika Padmi hanya bisa mengawasi dari jauh Timur yang sedang mengarak bendera Panji Tunggul Wulung.

Matanya mungkin hanya bisa mengawasi, tetapi hatinya penuh selidik dan bahagia. Karena rindu yang tak pernah padam itu bisa terobati sejenak hanya dengan melihat dan mendengar suara ritual dari kejauhan. Padmi tersenyum tipis.

Kondisi pernikahan seperti itu membuat kemarahan Priyo kepada Timur terus terpupuk, kian subur. Mereka berdiri di atas kebun yang penuh dengan buah dari ketidakpercayaan. Sewaktu-waktu siap dipetik.

Lihat juga...