Penanganan Stunting di Sikka Bebani Anggaran Dana Desa

MAUMERE – Sesuai Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, sebenarnya desa bergerak di ranah pencegahan stunting, bukan di ranah penanganan. Namun di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, desa mengalokasikan dana untuk penanganan stunting.

“Harusnya sesuai peraturan menteri, desa mengalokasikan dana desa untuk pencegahan stunting, bukan penanganannya,” ucap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sikka, Fitrinita Kristiani, saat ditemui di kantornya di Kota Maumere, Jumat (17/9/2021).

Fitri, sapaannya, mengakui karena di Kabupaten Sikka anggaran pemerintah daerah dalam penanganan stunting terbatas, maka melalui tim konvergensi stunting penanganannya diatasi melalui dana desa.

Tambah dia, alokasi dana desa untuk penanganan stunting berbasis data jumlah anak stunting yang ada di desa tersebut.

Ia menjelaskan, kalau pencegahan stunting, maka dimulai dari ibu hamil dengan berbagai programnya, tapi kalau penanganan, maka fokus kepada anak stunting saja.

“Kalau untuk penanganan, maka benar-benar anak-anak stunting dan hanya desa-desa locus stunting saja yang mengalokasikan anggarannya. Penanganannya wajib 6 bulan dan tidak boleh putus,” tegasnya.

Mantan Camat Alok ini menjelaskan, dari satu sisi ini membebani dana desa, tapi ini tanggungjawab moril.

Pemerintah kabupaten masih beruntung, sebab pemerintah pusat juga memberi ruang khusus untuk pencegahan stunting. Meski begitu, untuk Kabupaten Sikka dana desa dipakai lebih luas untuk penanganannya, dengan pemberian makanan tambahan selama 6 bulan dan lainnya.

“Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ini menyerap anggaran yang besar. Pada 2019, dari 147 desa yang ada di Kabupaten Sikka, total dana desa yang dialokasikan sebesar sekitar Rp9 miliar,” paparnya.

Lihat juga...